Bisnis.com, JAKARTA - Sebanyak 726 warga sipil, termasuk 52 anak-anak, dillaporkan tewas di Ukraina sejak invasi Rusia, namun jumlah sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi, kata Kepala Bidang Politik PBB, Rosemary DiCarlo kepada Dewan Keamanan.
“Ratusan bangunan tempat tinggal telah rusak atau hancur, seperti juga rumah sakit dan sekolah,” kata DiCarlo seperti dikutip Aljazeera.com, Jumat (18/3/2022).
Badan Hak Asasi Manusia PBB telah mencatat 726 kematian, dan 1.174 orang terluka, termasuk 63 anak-anak, antara 24 Februari dan 15 Maret. Akan tetapi, DiCarlo tidak memerinci siapa yang harus disalahkan.
"Ini menuntut penyelidikan menyeluruh dan pertanggungjawaban," katanya.
Selumnya, utusan AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield meminta Presiden Rusia Vladimir Putin untuk 'mengakhiri kegilaan ini'. Dia mengatakan, satu-satunya cara untuk mengakhiri perang adalah Putin menghentikan invasi dan menarik pasukan Rusia dari Ukraina.
“Hanya ada satu cara, satu cara untuk mengakhiri kegilaan ini,” kata Thomas-Greenfield kepada Dewan Keamanan PBB.
Baca Juga
“Presiden Putin, hentikan pembunuhan itu; menarik pasukan Anda; meninggalkan Ukraina sekali dan untuk selamanya,” katanya.
Dalam satu perkembangan terbaru, sebanyak 21 orang dilaporkan tewas dalam serangan pada bangunan yang berada di sekolah dan pusat komunitas dekat Kharkiv kemarin.
Para korban selamat mulai keluar dari ruang bawah tanah sebuah teater di kota Mariupol yang hancur terkena serangan udara. Sedangkan tim penyelamat membersihkan puing-puing dari ruang bawah tanah Teater Drama di kota pelabuhan selatan tersebut.
Hampir sehari setelah serangan itu, tidak ada laporan kematian dan jumlah korban luka masih belum dikonfirmasi karena pertempuran jalanan yang intens memutus komunikasi di sebagian besar kota.
Ada juga laporan yang saling bertentangan tentang berapa banyak orang yang selamat yang muncul dari tempat perlindungan bawah tanah.
“Bangunan itu tahan terhadap dampak bom udara berkekuatan tinggi dan melindungi kehidupan orang-orang yang bersembunyi di tempat perlindungan bom,” kata tokoh hak asasi manusia parlemen Ukraina, Lyudmyla Denisova.