Bisnis.com, JAKARTA - Rusia menyatakan Amerika Serikat (AS) tidak perlu mengajari Rusia soal kejahatan perang karena negara Presiden Joe Biden itu telah membunuh ratusan ribuan warga sipil dan memicu konflik di seluruh dunia.
Menurut pihak Kremlin, klaim Joe Biden bahwa Presiden Vladimir Putin adalah "penjahat perang" karena menyerang Ukraina adalah pernyataan yang tak termaafkan oleh pemimpin negara yang telah membunuh ratusan ribu warga sipil dalam konflik di seluruh dunia.
Invasi Rusia ke Ukraina telah menewaskan ribuan orang, membuat lebih dari tiga juta orang mengungsi dan menimbulkan kekhawatiran akan konfrontasi yang lebih luas antara Rusia dan Amerika Serikat, dua kekuatan nuklir terbesar di dunia.
Dalam sebuah wawancara dengan seorang reporter pada hari Rabu (16/3/2022), Biden berkata, "Oh, saya pikir dia (Presiden Vladimir Putin) adalah penjahat perang," setelah awalnya menjawab dengan "tidak" untuk pertanyaan tentang apakah dia siap untuk memanggil Putin seperti itu.
"Presiden kami adalah tokoh internasional yang sangat bijaksana, berwawasan luas, berbudaya serta menjadi kepala Federasi Rusia, kepala negara kami," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov ketika ditanya tentang pernyataan Biden seperti dikutip ChannelNewsAsia.com, Jumat (18/3/2022).
Baca Juga
Dia mengatakan, pernyataan Biden benar-benar tidak dapat diterima dan tidak dapat dimaafkan.
Dia menegaskan, bahwa Biden adalah kepala negara yang telah bertahun-tahun mengebom orang di seluruh dunia.
“Presiden AS tidak berhak membuat pernyataan seperti itu," ujarnya.
Menurutnya, AS tidak perlu mengajari Rusia soal kejahatan perang.
Peskov mengatakan Amerika Serikat telah membom dan mengalahkan Jepang pada tahun 1945 dengan menghancurkan kota Hiroshima dan Nagasaki.
Jepang menyerah enam hari kemudian dan mengakhiri Perang Dunia Kedua.
Sekitar 200.000 orang tewas seketika oleh bom dan banyak lagi yang meninggal karena penyakit radiasi.
Rusia memperingatkan Amerika Serikat pada hari Kamis (17/3/2022), bahwa Moskow memiliki kekuatan untuk menempatkan diri sebagai negara adidaya terkemuka di dunia.
Dia juga menuduh negara Barat memicu propaganda liar Russophobic (ketakutan dan kebencian pada orang Rusia) dengan tujuan untuk menghancurkan Rusia.
Dmitry Medvedev, yang menjabat sebagai presiden dari 2008 hingga 2012 dan sekarang menjadi wakil sekretaris Dewan Keamanan Rusia, mengatakan Amerika Serikat telah memicu Russophobia "menjijikkan" dalam upaya untuk memaksa Rusia bertekuk lutut.
"Cara Itu tidak akan berhasil. Rusia memiliki kekuatan untuk menempatkan semua musuh yang kurang ajar," kata Medvedev.
Sejak Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022, Amerika Serikat dan sekutunya di Eropa dan Asia telah menjatuhkan sanksi kepada para pemimpin dan pengusaha Rusia dengan memutus hubungan negara dari sebagian besar ekonomi dunia.