Bisnis.com, JAKARTA – Deputi Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat Kamhar Lakumani mengatakan bahwa Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sebaiknya menghentikan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.
“Jangan menjerumuskan Presiden Jokowi dengan wacana yang inkonstitusional dan berpotensi membuatnya menjadi Malin Kundang reformasi,” katanya melalui pesan instan kepada wartawan, Sabtu (12/3/2022).
Kamhar menjelaskan bahwa argumentasi big data yang disampaikan Luhut juga pernah dipresentasikan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar.
Klaim data itu kemudian dikritik praktisi media sosial dari Drone Emprit yang mempertanyakan kebenarannya. Apalagi jika diperhadapkan dengan data di lapangan yang terekam oleh sejumlah survei nasional.
“Jauh lebih banyak yang menolak wacana penundaan pemilu. Jadi sebaiknya Pak LBP [Luhut] tak usah mengulang-ulang menyanyikan lagu lama yang sumbang,” jelasnya.
Jika ingin husnulkhatimah di akhir periode keduanya, Kamhar menuturkan bahwa Jokowi harus mampu membebaskan diri dari pengaruh orang-orang sekitarnya yang berpikiran nakal dan ingin mengangkangi konstitusi.
“Termasuk pikiran-pikiran nakal untuk mendorong amandemen konstitusi agar penundaan pemilu, perpanjangan masa jabatan presiden atau periodesasi presiden memiliki landasan konstitusional. Ini yang berbahaya, karena sejatinya yang dilayani adalah syahwat kekuasaan bukan aspirasi rakyat,” ucapnya.
Kamhar menerangkan bahwa jika melihat gambar besar bergulirnya wacana tunda pemilu sejak tahun lalu hingga kini, semua yang merepresentasikannya adalah figur-figur memiliki kedekatan dengan kekuasaan, termasuk anggota kabinet.
“Menjadi wajar jika kemudian publik berpikiran bahwa argumentasi yang dipresentasikan Cak Imin [Muhaimin] terkait big data sebagai justifikasi penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden sebenarnya adalah titipin Opung [Luhut],” terangnya.
Sebelumnya pada bincang-bincang melalui Youtube Deddy Corbuzier, Luhut mengklaim mendapat big data yang berisi percakapan 110 juta orang di media sosial mendukung penundaan pemilu 2024.
Alasan, mereka tidak mau anggaran Rp110 triliun untuk pemilu serentak digunakan untuk pesta demokrasi.
Dia lalu menyebut pemilih Partai Demokrat, Partai Gerindra, dan PDIP mendukung ide tersebut.
Klaim percakapan di media sosial Luhut hampir sama dengan klaim Muhaimin. Itu yang menjadi alasan utama menunda pemilu.