Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia dituntut untuk memiliki peranan yang lebih strategis dalam penyelesaian perang Rusia dan Ukraina sebagai Presidensi G20.
CEO Narasi Institute Achmad Nur Hidayat menyampaikan, dunia saat ini seharusnya tidak hanya mengamati perang antara kedua negara tersebut, melainkan harus bergerak cepat untuk ikut menyelesaikan konflik.
“Sayangnya dunia tidak punya asa yang kuat karena ada hak veto dalam sistem PBB yang menyebabkan PBB sebagai organisasi multilateral gagal melindungi pertumpahan darah,” katanya dalam keterangan resmi, Jumat (4/3/2022).
Dia menjelaskan, dunia saat ini tengah mengamati dua argumen terkait dengan perang Rusia Ukraina.
Di satu sisi, pidato Presiden Vladimir Putin pada Sabtu (3/3/2022) menyampaikan bahwa salah satu tujuan dari operasi militer ke Ukraina adalah untuk de-nazisasi Ukraina.
Putin menilai musuh dunia pada Perang Dunia II yaitu Partai Nazi Jerman yang saat ini berkembang pesat dan didukung oleh Pemerintah Ukraina. Bahkan menurut Rusia, Pemerintah Ukraina sejak 2014 hingga 2022 mengadopsi gerakan Nazi-Fasis dimana ideologi Nazi-Fasis selalu mendiskriminasikan kaum minoritas dan mengagungkan para mayoritas.
Baca Juga
Rusia mencatat, Presiden Ukraina Zelensky mengeluarkan kebijakan melarang penggunaan bahasa Rusia, menutup sekolah-sekolah yang berbahasa Rusia, dan menempatkan suku-suku Rusia sebagai suku bandit yang ingin merdeka dan berbuat keonaran disintegrasi bangsa seperti di Provinsi Donetsk dan Luhansk.
Alasan tersebut yang membuat Putin memutuskan Putin harus melindungi suku Rus di Ukraina.
Di sisi lain, media barat menyebut bahwa Zelensky tidak mungkin mendukung Nazi dan Neo-Nazi. Pasalnya, Zelensky adalah Presiden Yahudi pertama di Ukraina.
Logika yang dibangun Ukraina adalah tidak mungkin seseorang Presiden keturunan Yahudi malah mengembangkan Nazi musuhnya di negaranya.
Achmad mengatakan, Indonesia dalam pertemuan umum Majelis PBB merupakan salah satu dari 141 negara yang meminta Rusia untuk mundur dan tidak melanjutkan penyerangannya terhadap Ukraina.
Menurutnya, Indonesia masih memiliki peran yang kuat menjadi peacekeepers dalam konflik antara Rusia dan Ukraina dan menjadi penengah dari segala kepentingan.
“Kedepan Indonesia harus pandai menempatkan diri dan konsisten,” tuturnya.