Bisnis.com, JAKARTA – Para pejabat Amerika Serikat (AS) memperkirakan bahwa Rusia telah mengumpulkan antara 150.000—190.000 tentara di sepanjang perbatasan Ukraina dalam beberapa bulan terakhir.
Dikutip melalui New York Post, hal tersebut menggambarkan mobilisasi militer paling signifikan di Eropa sejak Perang Dunia Kedua.
Sekadar informasi, Presiden Rusia Vladimir Putin mendeklarasikan perang pada Rabu (23/2/2022) malam, mengakhiri kebuntuan diplomatik selama berminggu-minggu dan menjerumuskan Eropa Timur ke dalam mimpi buruk kekerasan dan pertumpahan darah yang tidak terlihat sejak hari-hari tergelap Perang Dunia II.
Situasi mulai memburuk pada hari Senin (21/2/2022) setelah Putin menyampaikan pidato yang menakjubkan di mana dia mengatakan bahwa Ukraina bukanlah negara yang berdiri sendiri melainkan bagian integral dari Rusia.
“Mengapa kita harus begitu murah hati, dan kemudian memberikan hak kepada republik-republik ini untuk pergi?” tanya pemimpin Rusia itu pada satu titik, dengan jelas merujuk pada pecahnya Uni Soviet pada 1991.
Baca Juga
Di akhir pidatonya, Putin mengakui dua kantong pro-Rusia yang memisahkan diri di Ukraina timur sebagai negara merdeka dan menandatangani dekrit yang memerintahkan pasukan ke wilayah tersebut untuk melakukan fungsi penjaga perdamaian.
Sementara itu, pada Selasa (22/2/2022), Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengecam tindakan Putin sebagai awal invasi ke Ukraina dan mengumumkan sanksi ekonomi baru yang menargetkan Rusia.
“Siapa dalam nama Tuhan yang menurut Putin memberinya hak untuk mendeklarasikan apa yang disebut negara baru di wilayah milik tetangganya? Ini adalah pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan menuntut tanggapan tegas dari komunitas internasional,” kata Biden.
Sanksi, yang disebut Biden sebagai hukuman tahap pertama, akan mempengaruhi dua bank yang didukung Kremlin dan membatasi perdagangan utang pemerintah Rusia di pasar keuangan Barat.
Biden juga mengumumkan bahwa AS akan memindahkan 1.000 personel militer tambahan ke Polandia dan negara-negara Baltik seperti Estonia, Latvia, dan Lithuania dari tempat lain di Eropa.
Langkah itu mengikuti pengerahan 5.000 tentara sebelumnya ke Polandia dan Jerman dari AS, dan pemindahan 1.000 tentara lainnya dari Jerman ke Rumania untuk memperkuat pasukan NATO di sana.
Washington juga telah mengirim peralatan militer senilai jutaan dolar ke Ukraina untuk melawan ancaman Rusia.
Sementara itu, kondisi menjadi lebih keras di Ukraina timur, dengan pemerintah Kyiv mengatakan Rabu bahwa enam tentara telah tewas oleh penembakan separatis dalam beberapa hari terakhir.
Apa yang disebut Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk memisahkan diri dari Ukraina setelah Rusia menginvasi dan mencaplok Krimea pada tahun 2014. Pertempuran terus berlanjut sejak itu dengan perkiraan korban tewas lebih dari 14.000.
Terlepas dari desakan Moskow bahwa mereka tidak berniat untuk menyerang, intelijen AS terus menunjukkan bahwa Rusia memperkuat pasukannya di sekitar Ukraina.
Sementara itu, Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan mengatakan bahwa serangan akan kembali terjadi, bahkan invasi ke depan akan makin kejam dan dilakukan oleh Rusia terhadap rakyat Ukraina.
“Ini dilakukan untuk menindas mereka, untuk menghancurkan mereka, untuk menyakiti mereka. Kami percaya bahwa dunia harus memobilisasi untuk melawan agresi Rusia semacam ini jika tank-tank itu melintasi perbatasan, seperti yang kami perkirakan akan mereka lakukan dengan sangat baik dalam beberapa jam atau hari mendatang,” katanya
Adapun, saat ini pemerintahan Biden berharap kebuntuan itu dapat diselesaikan secara diplomatis, di mana Gedung Putih mengatakan bahwa Biden akan bersedia untuk bertemu dengan Putin.