Bisnis.com, JAKARTA – Sopir mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto mangkir dari panggilan penyidik KPK korupsi pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun 2021.
“Muhammad Dani S sebagai sopir Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri tidak hadir dan tanpa konfirmasi. KPK mengingatkan yang bersangkutan untuk kooperatif hadir pada penjadwalan pemeriksaan berikutnya oleh tim penyidik,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, Selasa (15/2/2022).
Ali menjelaskan bahwa saksi kedua adalah Yoyo Sumarjo sebagai swasta. Dia hadir dan memberikan keterangan sebagai saksi.
“Didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan aktifitas tersangka MAN dan dugaan adanya beberapa pertemuan tersangka MAN dengan tersangka AMN [Andi Merya Nur, Bupati Kabupaten Kolaka Timur nonaktif] di beberapa tempat di Jakarta,” jelasnya.
MAN dan AMN ditetapkan tersangka oleh KPK akhir bulan lalu. Deputi Penindakan KPK Karyoto mengatakan bahwa perkara tersebut berupa dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji terkait pengajuan PEN untuk Kabupaten Kolaka Tahun 2021.
Setelah mengumpulan dari berbagai informasi dan data yang kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, KPK melanjutkan dengan melakukan penyelidikan serta meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan. Setidaknya ada tiga tersangka.
“AMN Bupati Kabupaten Kolaka Timur periode 2021-2026, MAN Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri periode Juli 2020-November 2021, dan LMSA [Laode M. Syukur Akbar] Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna,” katanya pada konferensi pers, Kamis (27/1/2022).
Karyoto menjelaskan bahwa konstruksi perkara diduga terjadi saat MAN memiliki tugas di antaranya melaksanakan salah satu bentuk investasi langsung pemerintah.
Ini melalui pinjaman PEN tahun 2021 dari pemerintah pusat kepada Pemerintah Daerah melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) berupa pinjaman program dan/atau kegiatan sesuai kebutuhan daerah.
Dengan tugas tersebut, MAN memiliki kewenangan dalam menyusun surat pertimbangan Menteri Dalam Negeri atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan oleh pemerintah daerah.
Sekitar bulan Maret 2021, AMN menghubungi LMSA agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur.
Selanjutnya sekitar Mei 2021, LMSA mempertemukan AMN dengan MAN di kantor Kemendagri, Jakarta. AMN mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp350 miliar dan meminta agar MAN mengawal dan mendukung proses pengajuannya.
Tindak lanjut atas pertemuan tersebut, MAN diduga meminta adanya pemberian kompensasi atas peran yang dilakukannya dengan meminta sejumlah uang yaitu 3 persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman.
Keinginan MAN kemudian disampaikan ke LMSA untuk selanjutnya di informasikan kepada AMN. AMN memenuhi keinginan MAN lalu mengirimkan uang sebagai tahapan awal asejumlah Rp2 miliar ke rekening bank milik LMSA .
Dari uang sejumlah Rp2 Miliar tersebut, diduga dilakukan pembagian. MAN menerima dalam bentuk mata uang dollar singapura sebesar SGD131.000 setara dengan Rp1,5 miliar yang diberikan langsung di rumah kediaman pribadinya di Jakarta. LMSA menerima Rp500 juta.
Atas penerimaan uang oleh MAN, permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan AMN disetujui dengan adanya bubuhan paraf MAN pada draft final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan.
“KPK menduga MAN juga menerima pemberian uang dari beberapa pihak terkait permohonan pinjaman dana PEN dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik,” jelas Karyoto
Atas perbuatannya, AMN sebagai Pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU No 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan MAN dan LMSA disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Korupsi dana PEN yang menjerat Bupati Kolaka Timur dan mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri ini adalah yang ke sekian kalinya. Sebelumnya, mantan Menteri Sosial Juliari Batubara menjadi tersangka karena menilap dana bansos.