Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Sulteng, Dedi Askary meminta pihak kepolisian untuk melakukan penyelidikan secara serius penyebab tewasnya 1 (satu) orang warga bernama Erfadi akibat tertembak peluru tajam saat berdemonstrasi menolak aktivitas pertambangan PT. Trio Kencana di Kecamatan Kasimbar dan Tinombo Selatan, Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Sabtu (12/2/2022) kemarin.
Dari hasil penelusuran Komnas HAM Sulteng, proyektil peluru tajam ditemukan dan diangkat dari bagian tubuh korban. Proyektil tersebut masuk mengenai korban dari arah belakang. Terkait hal tersebut, Komnas HAM Sulteng, kata Dedi sudah melakukan klarifikasi dan interview dengan beberapa pejabat utama di Polres Parigi Moutong, salah satunya Kabag Ops Polres Parigi Moutong, AKP Junus Achpa.
“Berdasarkan hasil komunikasi dengan Kabag Ops Polres Parigi Moutong, AKP Junus Achpa, pimpinannya (Kapolres) sudah menegaskan agar mengedepankan sikap humanis dan langkah persuasif, tidak melibatkan penggunaan peluru tajam atau senjata saat mengamankan aksi demonstrasi tersebut,” kata Dedi dalam keterangan tertulisnya, Senin (14/2/2022).
Selain menemui pihak kepolisian, Komnas HAM Sulteng juga melakukan pertemuan dengan keluarga almarhum untuk menjelaskan sekaligus memperlihatkan proyektil peluru tajam dari aparat yang mengenai bagian belakang sebelah kiri tembus di bagian dada korban. Penjelasan itu kata Dedi didapat dari pihak puskesmas di Desa Katulistiwa saat lakukan visum dan mengangkat proyektil di ibagian tubuh korban.
“Untuk menghindari simpang siuran informasi, kami dari Perwakilan Komnas HAM Sulteng yang ada di Desa Tada, berupaya segera mengungkap siapa pelaku penembakan serta membantu melepas 59 warga yang ditangkap pihak Polres,” jelas Dedi.
Komnas HAM Perwakilan Sulteng akan mendamping penyelidikan dan meminta langkah saintifik yang ditempuh kepolisian, terutama pengujian ilmiah terkait perjalanan peluru di ruang udara dari senjata api pada sasaran tertentu, dalam hal ini terhadap korban.
Baca Juga
Menurut Dedi, uji balistik sangat penting dilakukan untuk membandingkan anak peluru yang ditemukan di TKP dengan anak peluru pada senjata yang dicurigai untuk menentukan siapa pelaku penembakan dan dari jarak tembak berapa pelaku melepaskan tembakan.
“Selain uji balistik atas proyektil dan senjata-senjata yang dicurigai digunakan, jangan lupa juga agar pihak kepolisian secepatnya mengambil sisa pembakaran berupa gas dan residu yang dikenal dalam dunia Balistik Forensik Gunshot Residue (GSR). Partikel GSR ini dapat ditemui di permukaan tangan dan pakaian pelaku atau di sekitar sumber tembakan,” ujar Dedi lagi.
Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo di Jakarta, Senin (14/2/2022) mengatakan sebanyak 59 warga yang terlibat aksi unjuk rasa penolakan kegiatan tambang di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, telah dipulangkan kepada anggota keluarganya. Dalam peristiwa tersebut, Mabes Polri juga menyatakan menurunkan Tim Divisi Propam dan Divisi Humas untuk membantu penyelidikan peristiwa tersebut.