Bisnis.com, JAKARTA - Parlemen Italia gagal memilih kepala negara baru hingga hari ketiga berturut-turut akibat tidak ada kandidat yang mencapai konsensus untuk menggantikan Presiden Sergio Mattarella.
Persaingan untuk merebut jabatan bergengsi selama tujuh tahun itu terbuka lebar dan di atas kertas baik blok kanan-tengah maupun kiri-tengah tidak memiliki cukup suara untuk memenangkan kandidat mereka. Artinya, diperlukan semacam kesepakatan kompromi untuk mementukan pemenang.
Putaran keempat pemungutan suara, yang dimulai pada pukul 10:00 GMT hari ini waktu setempat, masih sulit untuk diprediksi akibat belum tercapainya ambang batas yang ditetapkan.
Perdana Menteri Mario Draghi tetap berada di dalam posisi teratas, tapi ada kekhawatiran bahwa promosinya menjadi presiden dapat menyebabkan pemerintah koalisinya hancur. Akibatnya akan memicu pemilihan parlemen dini yang membuat prospeknya tidak jelas.
"Kami akan mengalami kebingungan selama berminggu-minggu jika Draghi meninggalkan pemerintah. Hal itu akan menjadi masalah di tengah krisis kesehatan, krisis energi, krisis ekonomi," kata pemimpin Liga sayap kanan Matteo Salvini seperti dikutip ChannelNewsAsia.com, Kamis (27/1/2022).
Dari ketua partai utama, satu-satunya yang secara terbuka mendukung pencalonan Draghi sebagai presiden adalah Enrico Letta dari Partai Demokrat (PD) kiri-tengah.
Presiden adalah tokoh kunci di Italia. Dia memiliki keputusan akhir dalam menunjuk perdana menteri dan sering dipanggil untuk menyelesaikan krisis politik.
Satu sumber senior PD mengatakan Letta akan mendukung Draghi atau Pier Ferdinando Casini, mantan ketua majelis rendah.
Banyak dari 1.009 anggota parlemen dan delegasi daerah memberikan suara kosong seperti yang mereka lakukan pada dua putaran pemungutan suara sebelumnya. Cara itu dilakukan untuk mengulur waktu sementara para pemimpin mereka bernegosiasi.