Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah terus menagih utang ke PT Minarak Lapindo Jaya. Di sisi lain, pemerintah juga sedang menghitung aset BLBI untuk mengantisipasi ‘gagal bayar’ oleh perusahaan yang kerap diasosiasikan dengan konglomerat Aburizal Bakrie.
Dalam catatan Bisnis, PT Minarak Lapindo Jaya masih memiliki utang terhadap negara.
Berdasarkan LKPP Kementerian Keuangan Tahun 2020 PT Minarak Lapindo Jaya memiliki utang jangka panjang hingga Rp773.382.049.559. Jumlah ini belum termasuk bunga dan denda keterlambatan pengembalian.
Jika ditotal, jumlah utang Lapindo ke pemerintah tembus hingga Rp2,2 triliun. “Kami sudah menyiapkan penilai untuk menilai aset tanah tersebut [Lapindo],”kata Dirjen Kekayaan Negara Kemenkeu Rionald Silaban, dikutip Kamis (27/1/2022).
Utang ini berasal dari pinjaman Dana Antisipasi Penanganan Luapan Lumpur Lapindo Sidoardjo oleh Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya.
Bisnis.com mencatat perusahaan konglomerasi Bakrie pada Maret 2007 memperoleh pinjaman Rp781,68 miliar. Akan tetapi uang yang ditarik dari pemerintah sebesar Rp773,38 miliar.
Baca Juga
Perjanjian pinjaman ini memiliki tenor 4 tahun dengan suku bunga 4,8 persen. Sedangkan denda yang disepakati adalah 1/1000 per hari dari nilai pinjaman. Kala perjanjian disepakati, Lapindo akan mencicil empat kali sehingga tidak perlu membayar denda atau Lunas pada 2019 lalu.
Namun, sejak uang negara dicairkan melalui perjanjian PRJ-16/MK.01/2015 mengenai Pemberian Pinjaman Dana Antisipasi untuk Melunasi Pembelian Tanah dan Bangunan Warga Korban Luapan Lumpur Sidoarjo dalam Peta Area Tedampak 22 Maret 2007, Lapindo hanya mencicil 1 kali.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merinci tagihan kepada Lapindo terdiri dari pokok Rp773,38 miliar, bunga Rp163,95 miliar, dan denda Rp981,42 miliar. BPK pun mencatat pemerintah telah mengupayakan penagihan kepada Lapindo dengan penagihan pada Juli 2019 dan September 2019.
Pada 19 Desember 2019, Lapindo meminta kepada Jaksa Agung untuk melakukan pembayaran dengan asset settlement.
Beberapa waktu lalu, pemerintah mengaku masih mengupayakan proses penyelesaian piutang secara tunai. Namun, tidak menutup kemungkinan juga untuk membuka opsi lain, seperti dengan penyerahan aset Lapindo.