Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong telah melakukan penandatanganan Perjanjian Ekstradisi antar kedua negara pada Selasa (25/1). Perjanjian tersebut dinilai bakal mempermudah pemerintah untuk mengejar para obligor BLBI.
Penandatanganan perjanjian itu turut menjadi perhatian DPR, khususnya terkait para obligor BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) yang saat ini dalam pengejaran Satgas BLBI. Guna menindaklanjuti kesepatan ekstradisi ini, Komisi XI DPR RI segera membahasnya dengan Satgas BLBI.
“Komisi XI DPR segera menjadwalkan kembali Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan terkait perkembangan penanganan yang dilakukan Satgas BLBI. Setuju ya?” tanya Ketua Komisi XI DPR Dito Ganinduto usai menutup rapat dengar pendapat (RDP) dengan Dirjen Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan, terkait evaluasi dan capaian kinerja tahun 2021 dan rencana kerja tahun 2022, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (26/1/2022).
Selain itu, politikus Partai Golkar tersebut, Komisi XI DPR menyetujui DJKN agar mengoptimalkan pengurusan piutang negara melalui rekonsilisasi dan pemutakhiran data piutang negara pada Kementerian dan Lembaga dan BUMN serta penguatan database piutang negara sebagai tools untuk melakukan pengelolaan piutang negara.
Lebih jauh Dito mendorong DJKN agar melakukan penyempurnaan roadmap pengelolaan investasi pemerintah kepada BUMN/lembaga untuk meningkatkan optimalisasi pengelolaan BUMN/Lembaga dalam melaksanakan dan mendukung program prioritas nasional.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Rionald Silaban mengakui perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura menjadi senjata baru bagi pemerintah untuk bisa menagih atau mengejar obligor/debitur BLBI yang tinggal dan bahkan pindah kewarganegaraan ke Singapura.
“Beberapa hal yang tidak bisa diselesaikan, dengan perjanjian ekstradisi tersebut, kita bisa selesaikan karena beberapa obligor ini ada yang menetap di Singapura,” jelas Ketua Satgas Hak Tagih BLBI itu kepada Komisi XI DPR RI.
Rionald mengaku perjanjian ini akan sangat mempermudah tugas pemerintah melakukan penagihan hak negara. Apalagi, memang banyak obligor/debitur BLBI yang pindah ke Singapura usai krisis keuangan 1997/1998 silam.
Menurutnya, yang paling menyulitkan selama ini adalah, pengemplang dana BLBI tersebut tidak hanya menetap di Singapura tetapi juga mengganti status kenegaraannya. Sehingga jika tidak ada perjanjian ini akan sulit melakukan penagihan.
“Jadi kami besar hati sekali dan mudah-mudahan ini jadi salah satu upaya sehingga satgas BLBI bisa menggunakan apa yang telah diupayakan pemerintah yaitu ekstradisi tersebut,” ungkapnya.