Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Akibat Meremehkan Covid-19 Varian Omicron

Epidemiolog dari Griffith University menuturkan, bahwa peningkatan kasus Omicron bukan masalah sepele. Apalagi, sudah ada kasus yang meninggal dunia
Omicron/ucla.org
Omicron/ucla.org

Jangan Remehkan

Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman menuturkan, bahwa peningkatan kasus Omicron bukan masalah sepele. Apalagi, sudah ada kasus yang meninggal dunia akibat varian B.1.1.529 asal Afrika Selatan tersebut.

Kata dia, tidak ada jaminan perawatan rumah sakit menurun dibanding kasus Covid-19 varian Delta.

“Karena apa? Kita bicara pada fakta Februari dan Maret adalah momen saat imun akan menurun 6 bulanan pascavaksinasi. Kedua, bergantung seberapa cepat vaksinasi booster pada akselerasi. Kemudian 3T dan 5M berpengaruh,” ujar Dicky kepada BIsnis, Senin (20/1/2022).

Menurut dia, Indonesia harus belajar dari kasus negara-negara dunia yang fasilitas kesehatannya kocar-kacir akibat Omicron. 

“Gelombang pandemi di kita itu sering telat 2-3 bulan dibanding yang lain, misalnya Eropa atau Amerika. Karena apa, Indonesia dalam pemantauan deteksi kasus jauh lebih lemah. Keterbatasan 3T kita sudah terlihat jelas di dua gelombang sebelumnya,” ungkap Dicky.

Apalagi, negara-negara seperti Amerika, Eropa, bahkan di Australia mulai terjadi beban di fasilitas kesehatan, meskipun cakupan vaksinasinya jauh melebih Indonesia dalam kaitan 2 dosis bahkan booster sekalipun.

Diketahui, Omicron memang lebih menular, namun gejala dan tingkat keparahan lebih ringan dibanding varian Delta, seperti hasil studi awal oleh WHO. Akan tetapi, kasus di Amerika Serikat (AS) menunjukkan sebaliknya.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (Centers for Disease Control/CDC) menyebut ,bahwa varian Omicron sebabkan peningkatan jumlah rawat inap pada anak melebihi varian Delta. Peningkatan rawat inap terjadi pada anak usia 0-4 tahun.

“Maka dari itu, anak-anak yang belum memenuhi syarat untuk vaksinasi, sangat penting bagi kami untuk mengelilingi mereka dengan orang-orang yang divaksinasi untuk memberi mereka perlindungan," ujar Direktur CDC Dr. Rochelle Walensky

Dicky melanjutkan, meskipun saat ini keterisian tempat tidur belum begitu mengkhawatirkan, namun jangan dianggap sepele. Pasalnya, dari sisi karakter masyarakat Indonesia, apabila mengalami sakit tidak langsung pergi ke rumah sakit.

“Tipenya masyarakat kita jika sakit tidak dikit-dikit ke rumah sakit seperti dalam survei BPS, 80 persen jika sakit ngobatinnya di rumahnya. Nah, jika yang berisiko tinggi baru ke rumah sakit. Itu yang menjalani telat,” ungkapnya.

Diketahui, tingkat keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) di rumah sakit meningkat signifikan beberapa minggu terakhir. Bahkan, kasus rujukan Covid-19 di Ibu Kota naik menjadi 31 persen.

"Data yang kami terima hingga hari ini ada peningkatan, saat ini BOR kita 3.616. dan yang terisi, 1.115. Itu artinya sudah mencapai 31 persen. Ini peningkatan yang cukup signifikan, sebelumnya 20 persen," kata Wakil Gubernur Ahmad Riza Patria, di Balai Kota, Senin (24/1/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Indra Gunawan
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper