Bisnis.com, JAKARTA - Ukraina dilanda serangan siber besar-besaran setelah situs beberapa departemen pemerintah termasuk Kementerian Luar Negeri dan kementerian pendidikan diserang.
Para pejabat mengatakan masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan apa pun tetapi mereka menunjuk pada catatan panjang serangan siber Rusia terhadap Ukraina. Apalagi, serangan itu terjadi setelah pembicaraan soal jaminan keamanan antara Moskow dan AS dan sekutunya minggu ini berakhir dengan jalan buntu.
Dalam sebuah pesan kepada The Guardian, juru bicara kementerian luar negeri, Oleg Nikolenko, mengatakan, “Sebagai akibat dari serangan siber besar-besaran, situs web kementerian luar negeri dan lembaga pemerintah lainnya untuk sementara tidak aktif.”
Dia menambahkan, "Tenaga ahli kami sudah mulai memulihkan kerja sistem TI dan polisi siber telah memulai penyelidikan."
Josep Borrell, diplomat top UE, mengutuk serangan itu. Dia mengatakan komite politik dan keamanan Uni Eropa dan unit siber akan bertemu untuk memutuskan bagaimana menanggapi dan mendukung Kyiv.
“Kami akan mengerahkan semua sumber daya kami untuk membantu Ukraina mengatasi ini. Sayangnya, kami baru tahu hal itu bisa terjadi,” katanya.
Dia menambahkan bahwa sulit untuk mengatakan [siapa di baliknya]. Saya tidak bisa menyalahkan siapa pun karena saya tidak punya bukti. Tapi kami sudah bisa menduganya, katanya.
Menteri luar negeri Swedia, Ann Linde, mengatakan pihak Barat harus melawan setiap agresi Rusia.
"Kami harus sangat tegas ke Rusia, bahwa jika ada serangan terhadap Ukraina, kami akan sangat keras dan sangat kuat membalasnya," katanya. Swedia berdiri dalam solidaritas dengan Kyiv, tambahnya seperti dikutip TheGuardian.com, Jumat (14/1).
Kemarin utusan Rusia mengeluarkan nada suram setelah pembicaraan minggu ini dengan OSCE di Wina, serta NATO dan AS. Sergei Ryabkov, yang memimpin delegasi Rusia, mengatakan pembicaraan menemui jalan buntu.
Kremlin menuntut jaminan bahwa Ukraina dan Georgia tidak akan pernah bergabung dengan NATO. Rusia juga ingin NATO menarik pasukan dan peralatan dari negara-negara anggotanya di Eropa timur dan mengembalikan kondisinya seperti pada 1997 sebelum NATO diperluas.
Rusia telah memobilisasi 100.000 tentara di perbatasan dengan Ukraina dan mengirimkan perangkat keras militer. Langkah itu mencurigakan bahwa Rusia akan segera menginvasi negara tetangganya itu.