Bisnis.com, JAKARTA - Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa Kepala Divisi Keuangan dan Investasi PT Asuransi Jiwa Taspen periode 2017-2020 Ruben Sukatendel terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi.
Kepala Pusat Penerangan Hukum pada Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengemukakan Ruben Sukatendel diperiksa sebagai saksi terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan dana investasi PT Asuransi Jiwa Taspen (Taspen Life) periode 2017-2020.
Menurut Leonard, Ruben Sukatendel diperiksa usai tim penyidik Kejagung menaikan perkara korupsi PT Asuransi Jiwa Taspen dari penyelidikan ke penyidikan, meskipun belum diikuti penetapan tersangka.
"Dia diperiksa sebagai saksi," kata Leonard, Kamis (13/1/2022).
Leonard menjelaskan tim penyidik Kejagung telah mencecar Ruben Sukatendel terkait investasi MTN prioritas finance yang dilakukan oleh PT Taspen Life pada tahun 2017 lalu.
Dia mengatakan bahwa Ruben Sukatendel diduga mengetahui perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut, sehingga menjadi saksi pertama yang diperiksa oleh tim penyidik Kejagung terkait kasus korupsi PT Asuransi Jiwa Taspen.
"Dia diperiksa terkait investasi MTN prioritas finance tahun 2017 oleh PT Taspen Life," ujarnya.
Sebelumnya, Penyidik Kejagung membeberkan bahwa negara mengalami kerugian sebesar Rp161 miliar akibat kasus dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di PT Asuransi Jiwa Taspen.
Leonard mengungkapkan bahwa perkara dugaan tindak pidana korupsi itu diduga terjadi pada 17 Oktober 2017 di mana PT Asuransi Jiwa Taspen melakukan penempatan dana investasi sebesar Rp150 miliar dalam bentuk Kontrak Pengelolaan Dana (KPD) di PT Emco Asset Managemen selaku manajer investasi dengan underlying berupa MTN atau Medium Term Note PT Prioritas Raditya Multifinance (PRM).
"Meskipun sejak awal sudah diketahui MTN PT PRM itu tidak mendapatkan peringkat atau invesment grade," ujar Leonard.
Kemudian, kata Leonard, dana pencairan MTN itu oleh PT PRM tidak digunakan sesuai dengan tujuan MTN dalam prospectus, melainkan langsung mengalir dan didistribusikan ke grup perusahaan itu yang bernama PT Sekar Wijaya dan beberapa pihak yang terlibat dalam penerbitan MTN PT PRM.
"Sehingga kemudian terjadilah gagal bayar," kata Leonard.
Selanjutnya, menurut Leonard, tanah jaminan dan jaminan tambahan MTN PT PRM seolah-olah telah dijual ke PT Nusantara Alamanda Wirabhakti dan PT Bumi Mahkota Jaya dengan skema investasi.
Skema investasi itu, kata Leonard dengan cara PT Taspen Life berinvestasi pada beberapa reksadana dan dikendalikan untuk membeli saham tertentu yang dananya tetap mengalir kepada PTNusantara Alamanda Wirabhakti dan PT Bumi Mahkota Jaya.
"Akibat perbuatan tersebut, diduga telah merugikan negara sebesar Rp161.629.999.568," paparnya.