Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Riset SETARA Institute Halili Hasan menuding ada unsur politik di balik tuntutan hukuman pidana mati terhadap bos PT Trada Alam Moneta Tbk Heru Hidayat.
Menurutnya, penuntutan hukuman mati tidak selalu murni atas pertimbangan hukum.
“Saya membaca selalu ada politik di balik penuntutan hukuman mati, jadi tidak murni selalu atas dasar pertimbangan hukum,” ujar Halili, dikutip Senin (13/12/2021).
Dia menduga tuntutan pidana terhadap Heru Hidayat merupakan upaya dari jaksa penuntut umum Kejagung untuk mendapatkan sentimen positif dari publik.
“Untuk penuntutan hukuman mati atas Heru Hidayat di kasus Asabri, ini seperti ada motif untuk meraih sentimen positif publik, di tengah sentimen negatif terhadap jaksa agung karena dugaan jaksa agung memiliki dua istri,” kata dia.
Halili menegaskan, bahwa SETARA Institute tidak sepakat dengan pidana hukuman mati dalam kasus apapun. Hal ini lantaran hukuman tidak akan menurunkan angka atau indeks korupsi di Indonesia.
Baca Juga
“Dalam pandangan SETARA, hukuman mati bukan lah pendekatan penegakan hukum yang tepat dalam pemidanaan kasus apapun, termasuk kasus korupsi. Pemiskinan merupakan hukuman yang tepat. Koruptor itu tidak takut mati, mereka takut miskin, makanya para pelaku itu melakukan korupsi,” ujarnya.
Senada, Amnesty International Indonesia juga menentang hukuman mati untuk segala kasus tanpa terkecuali. Hal ini tak terkecuali terkait tuntutan pidana mati Heru Hidayat.
"Masyarakat Indonesia setuju dengan hukuman mati belum tentu karena mereka punitif atau kejam, tapi bisa karena sistem penegakan hukum di Indonesia banyak kekurangan sehingga masyarakat merasa pelaku yang tertangkap perlu dihukum seberat-beratnya," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid.
Menurut dia, politisi dan pejabat kerap kali mengulangi klaim menyesatkan bahwa hukuman mati dan hukuman kejam lainnya membuat efek jera. Padahal, dari hasil berbagai lembaga termasuk Amnesty, hukuman mati tidak menimbulkan efek jera.
"Justru yang menimbulkan efek jera adalah kepastian adanya hukuman, bukan tingkat kekejaman hukumannya. Jadi seharusnya dilakukan adalah membenahi sistem hukum yang masih melanggengkan impunitas, bukan semakin menambah tingkat kekejaman hukuman," kata Usman.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut majelis hakim menjatuhkan hukuman mati terhadap bos PT Trada Alam Moneta Tbk (TRAM), Heru Hidayat. Seperti diketahui, Heru Hidayat dinilai terbukti terlibat dalam kasus korupsi pengelolaan keuangan dan investasi PT Asabri (Persero) yang merugikan negara Rp22,7 triliun.
"Menyatakan terdakwa Heru Hidayat terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan pemberatan secara bersama-sama dan tindak pidana pencucian uang sebagaimana dalam dakwaan primer dan kedua primer, menghukum terdakwa Heru Hidayat dengan pidana mati," kata Jaksa.
Jaksa juga meminta bos PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) membayar uang pengganti senilai Rp12,64 triliun. Heru dinilai terbukti terlibat dalam kasus korupsi pengelolaan keuangan dan investasi PT Asabri (Persero) yang merugikan negara Rp22,7 triliun.