Bisnis.com, JAKARTA - Terdakwa kasus korupsi PT Asabri, Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung.
Baca Juga
JPU Kejaksaan Agung menilai Heru Hidayat tidak memiliki empati saat melakukan tindak pidana korupsi pengelolaan dana PT Asabri (Persero).
"Terdakwa tidak punya sedikit pun empati dengan mengembalikan hasil kejahatan, bahkan sebaliknya berlindung di dalam perisai bahwa transaksi di pasar modal adalah perdata yang lazim dan lumrah," kata Jaksa.
Jaksa menuntut Heru Hidayat dengan hukuman mati, karena dinilai terbukti melakukan korupsi yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp22,788 triliun dari pengelolaan dana PT Asabri (Persero) serta pencucian uang.
"Terdakwa mendapat keuntungan senilai Rp12,434 triliun yang di luar nalar kemanusiaan dan mencederai rasa keadilan masyarakat," ujar jaksa.
"Terdakwa adalah terpidana hukuman seumur hidup berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung dalam perkara tindak pidana korupsi Jiwasraya yang juga bernilai kerugian negara yang fantatastis yaitu Rp16,807 triliun dengan atribusi yang dinikmati terdakwa adalah Rp10,78 triliun," ujar jaksa.
Namun rupanya, tuntutan tersebut menulai kontroversi. Sejumlah pengamat menyoroti pasal yang digunakan jaksa untuk menuntut mati Heru Hidayat. Belakangan Komnas HAM juga angkat bicara. Berikut pendapat sejumlah pengamat dan lembaga negara menyikapi tuntutan tersebut.