Bisnis.com, JAKARTA - Partai oposisi sayap kanan Prancis memilih seorang kandidat perempuan untuk pertama kalinya dalam sejarah pada pemilihan presiden yang akan digelar tahun depan.
Valérie Pécresse muncul sebagai pemenang setelah dua putaran pemungutan suara oleh anggota partai Les Républicains yang secara tak terduga berhasil menyingkirkan tokoh favorit termasuk “Monsieur Brexit” Michel Barnier dalam pemungutan suara pertama minggu lalu.
Pécresse sekarang menghadapi perjuangan berat untuk menghadapi kampanye presiden. Sedangkan Pilpres akan digelar pada 10 April tahun depan.
Di antara saingannya adalah Wali Kota Paris Anne Hidalgo, kandidat partai Sosialis yang tertinggal dalam jajak pendapat dan sering berdebat dengan Pécresse mengenai kebijakan balai kota.
Para pendukung meneriakkan “Valérie, Valérie” setelah hasil jajak pendapat dari 150.000 anggota partai diumumkan pada Sabtu sore yang menunjukkan bahwa dia telah mengalahkan saingannya Ric Ciotti dengan selisih 61 persen berbanding 39 persem. Padahal keduanya tidak diunggulkan untuk lolos ke babak pertama.
Pécresse, 54, saat ini adalah presiden Dewan Regional Le-de-France, yang mencakup Paris. Dia menjabat sebagai menteri keuangan dan menteri pendidikan tinggi selama kepresidenan Nicolas Sarkozy pada era 2007-2012.
Baca Juga
“Untuk pertama kalinya dalam sejarah, partai kita akan memiliki calon perempuan untuk pemilihan presiden,” katanya seperti dikutip TheGuardian.com, Minggu (5/12/2021).
Dia mengatakan antara Presiden Emmanuel Macron dengan dirinya memiliki satu obsesi, yaitu membuat semua orang senang. Saya hanya punya satu keinginan yaitu menyenangkan semua orang, katanya.
"Hak Republik telah kembali... kami akan mengembalikan persatuan, martabat, dan kebanggaan negara kami," katanya.
Selama kampanye utama partai, kandidat utama Les Républicains itu membelok dari wilayah pemilih tradisional kanan tengah ke arah paling kanan. Sedangkan Ciotti menyatakan bahwa dia akan mengadakan referendum untuk menghentikan imigrasi massal dan mendirikan “Teluk Guantanamo Prancis” untuk menangani terorisme.
Pécresse, yang menggambarkan dirinya sebagai "dua pertiga Angela Merkel dan sepertiga Margaret Thatcher", mengatakan bahwa dia adalah kandidat dengan pengalaman dan keunggulan untuk menghadapi Macron.
Sebagai menteri pendidikan, dia pernah menghadapi protes jalanan yang sudah berlangsung lama dan aksi menduduki universitas untuk memaksakan reformasi ke pendidikan tinggi. Sebagai mantan menteri keuangan, dia sampai sekarang bersikap pro-Eropa dan moderat.
Dia berjanji untuk fokus pada ekonomi dan membangun konsensus jika dia berhasil mencapai Istana lysée selain akan meningkatkan gaji dan mengakhiri jam kerja maksimum 35 jam per minggu.