Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua orang tersangka korupsi pengadaan dan pemasangan six roll mill di Pabrik Gula Djatiroto PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI periode tahun 2015-2016.
Selain merugikan negara, pemulihan ekonomi nasional juga terhambat akibat praktik lancung tersebut.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan bahwa korupsi pada proses pengadaan barang dan jasa telah mencederai praktik usaha yang semestinya diterapkan secara transparan, akuntable, dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat.
“Korupsi pada sektor ini membuat ongkos usaha menjadi tinggi sehingga produk yang dihasilkan tidak sesuai kualitas dan spesifikasi yang semestinya. Hal tersebut menimbulkan kerugian keuangan Negara sekaligus menghambat pemulihan ekonomi nasional,” katanya pada konferensi pers virtual, Kamis (25/11/2021).
Alex menjelaskan bahwa KPK tegas meminta praktik suap-menyuap dan modus korupsi lainnya antara penyelenggara negara dan pelaku usaha tidak kembali terulang.
“KPK juga mengimbau kepada setiap korporasi untuk terus melakukan perbaikan sistem dan tata kelola, agar tercipta good corporate governance guna menutup celah-celah rawan korupsi,” jelasnya.
Pada dugaan korupsi tersebut, KPK menetapkan Direktur Produksi PTPN XI 2015-2016 Budi Adi Prabowo (BAP) dan Direktur PT Wahyu Daya Mandiri (WDM) Arif Hendrawan (AH) sebagai tersangka.
Konstruksi perkara diduga terjadi saat Budi yang telah mengenal baik Arif melakukan beberapa kali pertemuan ditahun 2015. Di antaranya menyepakati pelaksana pemasangan mesin giling di PG Djatiroto adalah Arif walaupun proses lelang belum dimulai sama sekali.
Sebelum proses lelang dimulai, Budi dengan beberapa staf PTPN XI dan Arif melakukan studi banding ke salah satu pabrik gula di Thailand. Dalam kunjungan tersebut, diduga dibiayai oleh Arif disertai dengan adanya pemberian sejumlah uang kepada rombongan yang ikut, termasuk salah satunya Budi
Setelah studi banding, Budi memerintahkan salah satu staf PTPN XI untuk menyiapkan dan memproses pelaksanaan pelelangan dengan nantinya dimenangkan oleh PT WDM.
Arif diduga menyiapkan perusahaan lain agar seolah-olah turut sebagai peserta lelang. Selain itu, Arif juga aktif dalam proses penyusunan spesifikasi teknis harga barang yang dijadikan sebagai acuan awal dalam penentuan harga perkiraan sendiri (HPS) senilai Rp78 Miliar termasuk data-data kelengkapan untuk lelang pengadaan 1 lot Six Roll Mill di PG Djatiroto.
Nilai kontrak yang telah disusun atas dasar kesepakatan Budi dan Arif yaitu senilai Rp79 Miliar. Saat proses lelang dilakukan, diduga terdapat beberapa persyaratan yang telah diatur untuk memenangkan PT WDM.
Salah satunya terkait waktu penyerahan barang yang dimajukan tanggalnya pada saat aanwijzing karena PT WDM sudah lebih dulu menyiapkan komponen barangnya.
Diduga pula saat proses lelang masih berlangsung, ada pemberian 1 unit mobil oleh Arif kepada Budi.
Terkait proses pembayaran, diduga ada kelebihan nilai pembayaran yang diterima oleh PT WDM yang disetujui oleh Budi
“Adapun dugaan kerugian negara yang ditimbulkan dalam proyek pengadaan ini sejumlah sekitar Rp15 Miliar dari nilai kontrak Rp79 Miliar,” terang Alex.
Atas perbuatannya, Budi dan Arif disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Perubahan atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
“Dengan telah diperiksanya sekitar 85 saksi dan agar proses pemberkasan penyidikan dapat segera rampung, Tim Penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada para tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 25 November 2021 s/d 14 Desember 2021,” papar Alex.
Budi ditahan di Rutan KPK gedung Merah Putih dan Arif di Rutan KPK Pomda Jaya Guntur. Agar tetap mengantisipasi penyebaran Covid-19 di lingkungan Rutan KPK, para tersangka akan dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari.