Bisnis.com, JAKARTA - Tren gugatan PKPU dan pailit pada tahun 2022 diprediksi akan tetap tinggi. Hal ini merupakan dampak dari pandemi Covid-19 selama dua tahun terakhir.
"Tren 2022 saya melihat tetap akan tinggi (gugatan pailit dan PKPU) karena pandemi belum berakhir dan masih akan ada akibat dari pandemi 2 tahun belakangan ini," kata Pakar Hukum Universitas Indonesia Teddy Anggoro kepada Bisnis, dikutip Senin (22/11/2021).
Menurut Teddy arus kas banyak perusahaan masih akan terganggu, akibat masa pandemi. Hal ini lantaran usahanya tutup atau tidak bekerja maksimal sepanjang pandemi Covid-19.
"Menurut saya faktor pandemi sih. Banyak perusahaan terganggu cash flow karena usahanya tutup atau tidak maksimal, kemudian mencoba menagih ke debitor-debitornya ternyata debitor juga terganggu, bahkan ada yang neraca keuangan minus. Akhir perusahaan harus menggunakan upaya hukum kepailitan dan PKPU," kata Teddy.
Dia mengatakan meskipun ada upaya restrukturisasi utang oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), efek pandemi masih tersisa. Teddy menyebut masih banyak tagihan-tagihan utang yang akan jatuh tempo.
"Kenapa masih akan tinggi, karena efek pandemi masih tersisa, masih ada tagihan-tagihan yang akan jatuh tempo tahun ini dan tahun depan, meskipun ada upaya rekstruktirisasi oleh OJK. Hutang yang jatuh tempo tersebut kemungkinan belum bisa terbayar karena bisnis belum normal," ujarnya.
Teddy mengatakan tren gugatan PKPU terlihat naik dua kali lipat pada 2021 dibanding tahun sebelumnya.
Dia mencatat, sepanjang 2020 ada 747 permohonan gugatan PKPU ke Pengadilan. Sementara itu pada 2021 jumlahnya mencapai 1.400-an.
"Artinya meningkat 2 kali lipat. Tapi itu merupakan data permohonan, bukan data yang diputus dan data perdamaian. Karena tidak semua yang didaftarkan dikabulkan pengadilan, dan tidak semua yang dikabulkan pengadilan berakhir dengan likuidasi, bisa jadi berkahir dengan perdamaian," ungkapnya.