Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mengapa KTT COP26 Berakhir dengan Kekecewaan?

Pertemuan puncak perubahan iklim global (COP26) akhirnya ditutup dengan hasil mengecewakan kalau tidak mau disebut gagal pada pekan lalu.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpidato pada KTT Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim atau COP26, di Glasgow, Senin (1/11/2021) - BPMI Setpres/Laily Rachev.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpidato pada KTT Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim atau COP26, di Glasgow, Senin (1/11/2021) - BPMI Setpres/Laily Rachev.

Bisnis.com, JAKARTA - Setelah melakukan beberapa putaran perundingan selama dua minggu, pertemuan puncak perubahan iklim global (COP26) akhirnya ditutup dengan hasil mengecewakan kalau tidak mau disebut gagal pada Sabtu (13/11/2021).

Seluruh 197 negara yang berpartisipasi sepakat mengadopsi apa yang disebut dengan Pakta Iklim Glasgow. Hanya saja, intervensi salama 11 jam oleh India membuat kesepakatan akhir diperlunak dari "menghilangkan pemakaian batu bara secara bertahap" (phase out) menjadi "mengurangi setahap demi setahap (phase down) komoditas tambang itu.

Diksi tersebut memang agak membingungkan, tetapi phase out lebih bernuansa mengganti batu bara dengan bahan bakar lain, bukan mengurangi kadar penggunaan bahan bakar batu bara secara bertahap atau phase down.

Dalam pidato terakhir yang emosional, Presiden COP26 Alok Sharma meminta maaf atas perubahan pada menit terakhir itu. Permintaan maafnya disampaikannya karena terkait pokok dari tujuan COP26 di Glasgow.

Pada dasarnya tujuannya adalah memberikan hasil yang sesuai dengan tindakan mendesak (red code) yang diperlukan untuk mencapai target Perjanjian Paris.

Pada awal KTT, Sekjen PBB Antonio Guterres mendesak semua negara agar menjaga target pemanasan global pada batas 1,5 derajat Celcius. Tujuannya untuk mempercepat dekarbonisasi ekonomi global selain menghilangkan penggunaan batubara secara bertahap.

“Jadi, apakah COP26 gagal? Jika kami mengevaluasi ini menggunakan tujuan awal yang dinyatakan dalam KTT, jawabannya adalah ya, itu gagal,” kata Robert Hales, Direktur Griffith Center for Sustainable Enterprise pada Griffith Business School seperti dikutip ChannelNewsAsia.com, Selasa (16/11/2021).

Menurutnya, dua item tiket besar yang tidak terealisasi dari hasil pertemuan itu adalah memperbarui target untuk tahun 2030 sejalan dengan pembatasan pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius. Kedua, adalah kesepakatan untuk mempercepat penghentian penggunaan batu bara.

Di antara kegagalan tersebut ada keputusan penting dan titik terang yang menonjol. Hales menilai setidaknya, kampanye iklim telah mendorong delegasi COP untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celcius.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman Selanjutnya
Target 2030
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper