Bisnis.com, JAKARTA - Amerika Serikat (AS) dan Israel menyatakan akan mengambil semua opsi, jika Iran gagal menghidupkan kembali Kesepakatan Nuklir 2015.
Presiden Iran Ebrahim Raisi sejauh ini menolak melanjutkan pembicaraan tidak langsung dengan AS di Wina untuk kembali mematuhi kesepakatan. Iran diminta mengekang program nuklirnya dengan imbalan keringanan sanksi ekonomi.
"Kami akan melihat setiap opsi untuk menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh Iran," kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada konferensi pers bersama dengan Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid dan Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab, Sheikh Abdullah Bin Zayed.
"Jika Iran tidak percaya bahwa dunia serius untuk menghentikan mereka, maka dunia akan berlomba untuk mengebom. Israel berhak untuk bertindak kapan saja dengan cara apa pun," kata Lapid seperti dikutip Aljazeera.com, Kamis (14/10/2021).
Israel sebelumnya telah mengebom situs nuklir di Irak dan Suriah.
Pejabat AS menekankan bahwa Washington, yang meninggalkan kesepakatan nuklir pada 2018 selama pemerintahan Trump, dan Iran yang mulai melanggar batas nuklirnya sekitar setahun kemudian, harus melanjutkan kesepakatan nuklir.
Baca Juga
Iran mencapai kesepakatan nuklir pada 2015 dengan Inggris, China, Prancis, Jerman, Rusia, dan Amerika Serikat.
Putaran terakhir pembicaraan Wina berlangsung pada bulan Juni dan, Iran, selain mengatakan akan melanjutkan "segera," belum menetapkan tanggal baru pertemuan.
Iran telah lama membantah ambisi untuk memperoleh senjata nuklir.
Koordinator Uni Eropa untuk Iran, Enrique Mora, berencana untuk mengunjungi Teheran pada hari Kamis. Perjalanan diplomat dari Inggris, Prancis dan Jerman, sebuah kelompok yang dikenal sebagai E3, dilakukan pada saat yang kritis karena Iran terus memajukan program nuklirnya.
"Situasi nuklir telah memburuk secara terus menerus dan serius," kata seorang diplomat E3, menyinggung percepatan pengayaan uranium Iran ke kemurnian yang lebih tinggi yang disebut sebagai jalur yang akan menuju bom nuklir.
"Oleh karena itu, dari sudut pandang E3 kami bukan 'kunjungan seperti biasa' tetapi kunjungan dalam konteks krisis mendalam," tambah diplomat itu.
Sebelumnya, Utusan Khusus AS untuk Iran, Rob Malley, mengatakan Washington siap mempertimbangkan "semua opsi" jika Iran tidak mau kembali ke kesepakatan 2015, yang dinegosiasikan di bawah Presiden Barack Obama dan Wakil Presiden saat itu Joe Biden dan sekarang menjadi Presiden AS.
Frasa "semua opsi", biasanya dimaksudkan untuk mencakup kemungkinan aksi militer.'
Malley juga mengatakan akan segera melakukan perjalanan ke Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Qatar untuk berkoordinasi dengan sekutu di Teluk.
"Kami siap untuk menyesuaikan diri dengan realitas yang berbeda di mana kami harus berurusan dengan semua opsi untuk mengatasi program nuklir Iran," katanya.