Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah dan Komisi XI DPR telah menyetujui draf rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang kemudian diubah menjadi RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP).
"RUU HPP, sudah selesai pengambilan tingkat satu, menunggu jadwal paripurna," ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR Dolfie OFP.
RUU HPP, adalah kebijakan pajak yang menyediakan fasilitas bagi wajib pajak, khususnya penguasaha. Kalau RUU itu berlaku, para pengusaha akan menikmati relaksasi sanksi, bisa melakukan perencanaan pajak agresif karena alternative minimum tax (AMT) gagal diterapkan, dan tentunya akan memperoleh berbagai amnesty.
Sementara nasib masyarakat kebalikannya. Mereka harus membayar beban pajak yang lebih besar karena PPN naik menjadi 11 persen.
Beberapa pejabat pemerintah membantah kesan tergesa-gesa dan soal perbedaan perlakuan antara si kaya dan si miskin. "Pembahasan RUU sudah cukup detail dan mendalam," ujar Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo.
Meskipun faktanya, RUU ini lebih condong untuk memfasilitasi orang kaya dan pengusaha.
Baca Juga
Implementasi sunset policy atau tax amnesty adalah salah satu contoh kebijakan yang dibuat untuk memfasilitasi orang kaya pelaku pengemplang pajak.
Usut punya usut, kebijakan sunset policy sengaja 'disusupkan' untuk memfasilitasi kepada wajib pajak tertentu. Informasi yang dihimpun dari sumber di pemerintahan menyebutkan ada sebagian wajib pajak atau WP yang mendorong kebijakan tersebut. Umumnya WP ini tak patuh.
Maklum, pasca pengampunan pajak atau Tax Amnesty, pemerintah mulai berkomitmen untuk membuka seluruh akses informasi terkait keuangan. Kerahasian perbankan diamputasi.
Setali tiga uang, implementasi automatic exchange of information (AEOI) dengan ratusan yurisdiksi diratifikasi.
Hasilnya, jutaan akun keuangan milik warga negara Indonesia (WNI) yang sebelumnya aman tersimpan di suaka pajak (tax haven) di mulai terendus. Berapa angka pastinya tidak jelas.
Pada tahun 2020 lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah menyebutkan angka 1,6 juta informasi keuangan senilai lebih dari 246,6 miliar Euro.
Meskipun belakangan, setelah dilakukan analisa dan pencocokan data surat pemberitahuan (SPT) tahunan 2019 dengan data-data pengampunan pajak, pemerintah hanya mendapatkan nilai selisih sebesar Rp451 triliun.
Artinya kalau angka tersebut dikalikan tarif sunset policy sebesar 6 - 11 persen. Potensi penerimaan pajak yang masuk ke kantong negara hanya Rp49,6 triliun. Angka yang relatif kecil untuk sebuah kebijakan yang dipaksakan masuk dalam sebuah perubahan undang-undang.
Padahal kalau pemerintah konsisten, negara bisa mendapatkan penerimaan yang lebih besar dibandingkan jumlah proyeksi resmi di angka Rp49,6 triliun.
Sebagai ilustrasi, jika angka selisih sebesar Rp451 triliun itu adalah harta atau aset yang tidak dideklarasikan atau dilaporkan saat pelaksanaan pengampunan pajak.
"Kalau substansi, nunggu RUU final saja," tukas Prastowo.