Bisnis.com, JAKARTA--Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung nilai kerugian negara terkait kasus korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung Supardi mengatakan bahwa pihaknya sudah mengirimkan sejumlah dokumen yang diperlukan BPK untuk menghitung kerugian negara akibat kasus korupsi LPEI.
"Sudah kami berikan data yang dibutuhkan BPK untuk menghitung nilai kerugian negara terkait kasus korupsi LPEI, kami terus berkoordinasi ya," tuturnya kepada Bisnis, Rabu (15/9/2021).
Selain itu, Supardi juga menjelaskan alasan tim penyidik Kejagung tidak kunjung menetapkan tersangka dalam kasus korupsi LPEI tersebut, kendati proses penyidikan sudah berjalan selama tiga bulan.
Alasannya, menurut Supardi karena ada sebanyak 10 klaster tindak pidana korupsi yang terjadi di LPEI, sehingga tim penyidik Kejagung butuh waktu lebih banyak untuk mengungkap tersangka kasus korupsi tersebut.
"Ini korupsinya besar sekali, ada 10 klaster dan setiap klaster itu ada 12 perusahaan. Jadi kami harus cek ini satu per satu," katanya.
Seperti diketahui, penyidik Kejagung belum melakukan upaya cegah terhadap siapapun terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Supardi mengakui, bahwa kasus korupsi tersebut sudah disidik oleh tim penyidik Kejagung selama tiga bulan lamanya, namun tidak ada yang ditetapkan sebagai tersangka maupun dicegah. Pasalnya, upaya pencegahan ada batasan waktu yaitu selama enam bulan.
Maka dari itu, pihaknya akan menetapkan tersangka lebih dulu disusul dengan pencegahan agar tidak bepergian ke luar negeri.
"Kan pencegahan itu ada batas waktunya selama enam bulan. Jadi kita pastikan dulu pelakunya itu siapa dan ditetapkan tersangka baru dicegah ya," tuturnya kepada Bisnis, Jumat (10/9/2021).