Bisnis.com, JAKARTA - Penyebab kematian akibat penyakit kardiovaskular (jantung) tertinggi di dunia termasuk di Indonesia. Sayangnya, pelayanan kesehatan penyakit jantung masih timpang.
Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto menuturkan, setidaknya ada 20 rumah sakit daerah yang belum memiliki layanan kardiovaskular secara memadai.
Dia pun meminta pemerintah provinsi di Indonesia untuk mempunyai komitmen agar rumah sakit rujukan untuk penyakit jantung segera dibangun.
“Sehingga mohon maaf tidak perlu jauh dari Maluku, Sulawesi ke Jakarta, atau bisa jadi dari Bengkulu atau Jambi ke Penang (Malaysia). Jika hanya di dalam provinsi rumah sakit jantung itu, ini tentunya bisa memberi biaya relatif terjangkau bagi masyarakat,” ujarnya dalam “Rapat Akselerasi Pelayanan Bedah Jantung di RS Jejaring Kardiovaskular Nasional” yang ditayangkan secara virtual, Rabu (15/9/2021).
Dikatakan, Undang-undang No. 23 dalam pedoman penyelenggaraan pemerintah daerah, bahwa urusan kesehatan menjadi wajib dasar yang harus dipenuhi pemda.
“Bahkan dalam undang-undang menyebutkan bahwa alokasi kesehatan di APBD minimal 10 persen. Kalau APBD provinsi dievaluasi, begitu anggarannya tidak sampai 10 persen, belanja yang tidak mengikat kami akan minta kurangi,” tutur Ardian.
Baca Juga
“Kami akan menjaga bagaimana di pemda bisa komitmen, konsisten dengan apa yang sudah diatur dalam perundang-undangan,” lanjutnya.
Dalam rancangan Perda APBD 2022 akan ada keputusan menteri dalam negeri untuk mengevaluasi daerah-daerah yang belum memberi dukungan dalam pelayanan terpadu jantung.
Faktor Penghambat
Ardian mengakui, bahwa ada beberapa kondisi yang menghambat layanan kardiovaskular Indonesia saat ini. Di antaranya kondisi dokter jantung yang terbatas dan distribusi dokter yang bermasalah.
“Saya harap pemda memberikan stimulus kepada dokter-dokter jantung yang bekerja di tempat ibu bapa semuanya untuk bisa menarik minat bekerja di tempat pemda yang ibu bapak pimpin,” katanya.
“Berikan TPP (tambahan penghasilan pegawai) yang menarik. Entah karena kelangkaan profesi boleh, beban kerja boleh, lokasi kerja boleh,” lanjutnya.
Dikatakan, menyediakan dokter jantung tidak semudah mendirikan infrastruktur. Sebab, persiapannya relatif cukup lama. Infrastruktur di rumah sakit mungkin bisa dibangun 1,2 tahun, tapi penyiapan SDM sekitar 5 tahun.
Diharapkan, pemerintah daerah memberi beasiswa untuk para dokter yang mau mengambil spesialis jantung atau sub spesialis jantung.
“Ini menjadi tanggung jawab kita bersama untuk pemenuhan rumah sakit jantung terpadu di setiap pemerintah provinsi,” imbuhnya.
Ardian mengusulkan agar dana alokasi khusus atau DAK ditambah kan untuk daerah yang sudah memiliki rumah sakit jantung terpadu.
“Ini mungkin juga DAK ini bisa diarahkan kepada beasiswa atau pelatihan kepada SDM-SDM daerah untuk dipersiapkan mendukung pelaksanaan dari pusat jantung terpadu,” tandasnya.