Bisnis.com, MALANG — Badan Perlindungan Konsumen Nasional atau BPKN meminta rencana pembelajaran tatap muka atau PTM terbatas yang rencananya diberlakukan awal September perlu dikaji lebih mendalam karena banyaknya anak yang belum divaksinasi.
Wakil Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN Firman Turmantara Endipraja mengatakan kegiatan pembelajaran tatap muka secara serempak akan dimulai pada awal September ini. Jika pembelajaran tatap muka diterapkan secara serempak, maka rencananya akan dilakukan maksimal dua kali satu minggu dalam kurun waktu dua jam setiap harinya.
“Meski ada pembatasan, BPKN menaruh perhatian yang besar terhadap masih banyaknya anak yang belum mendapat vaksinasi, apalagi untuk usia di bawah 12 tahun, di tengah akan dibukanya kembali kegiatan sekolah dengan PTM,” katanya dalaam keterangan resminya, Jumat (3/9/2021).
Menurut dia, bisa saja PTM dilakukan, namun lebih baik dikaji lebih dalam lagi. Intinya, jJangan terlalu terburu buru. Banyak yang harus jadi bahan pertimbangan dan dipertaruhkan bila memang harus menerapkan PTM dalam waktu dekat.
Jika memang hanya berdasarkan level PPKM yang turun, kata dia, dikhawatirkan ini akan menjadi boomerang bagi keselamatan jiwa setiap individu terutama anak-anak. Namun ini memang keputusan yang sulit, karena di sisi lain hal ini dilakukan untuk menekan resiko learning loss dan tetap menjaga kualitas pembelajaran anak Indonesia.
Seperti yang sudah diketahui, learning loss terjadi saat situasi peserta didik kehilangan pengetahuan dan keterampilan, dan hal ini umumnya terjadi saat pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Baca Juga
Hal ini merupakan dilema dalam dunia pendidikan, namun menurutnya yang terpenting anak-anak bisa selamat, karena seperti yang sudah kita ketahui bahwa sekolah kerap menjadi klaster Covid-19.
Anggota Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN Renti Maharaini Kerti menambahkan jika memang harus diadakan PTM dalam waktu dekat banyak yang harus dipertimbangkan a.l harus ada surat persetujuan dari orang tua murid terlebih dahulu. Untuk siswa SMP – SMA diprioritaskan untuk vaksin terlebih dahulu sebelum proses PTM berjalan.
“Sementara anak yang belum mendapat vaksin, khususnya di bawah usia 12 tahun, harus diperhitungkan apakah lebih banyak manfaat atau mudharatnya bila harus mengikuti PTM,” ucapnya.
Kebijakan untuk dibuka kembali sekolah-sekolah, mulai dari TK, SD, SMP, SMA sampai tingkat Perguruan Tinggi perlu pertimbangan yang matang, mengingat pandemi Covid-19 masih belum bisa dipastikan kapan benar-benar berakhir.
Di samping itu, untuk wilayah DKI Jakarta tingkat vaksin belum mencapai angka herd immunity, karena vaksin untuk anak-anak usia dibawah 12 tahun belum sepenuhnya semua divaksin.
Artinya, kata dia, hampir sebagian besar anak-anak usia 12 tahun kebawah belum divaksin, dan ini perlu diperhatikan dan dipertimbangkan jika PTM khususnya untuk jenjang pendidikan SD akan dilaksanakan.
Firman menegaskan, jika memang PTM diterapkan, maka penerapan prokesnya harus benar-benar ketat. Tidak ada lagi kelonggaran dalam prokes karena yang ditakutkan adalah adanya klaster Covid-19 di sekolah-sekolah yang menerapkan PTM.
Data dari Wamenkes kasus konfirmasi positif Covid-19 pada anak naik sebesar 2 persen. Pada awal Juli kasus Covid-19 pada anak masih 13 persen, namun kini menjadi 15 peren.
“Anak-anak yang beraktivitas saat PTM tak hanya beresiko terpapar Covid-19 namun juga berpotensi menjadi sumber penularan Covid-19 bagi lingkungan keluarganya. Jangan lupa bahwa menurut data UNICEF, angka kematian anak di Indonesia akibat Covid-19 lebih tinggi tiga kali lipat dibandingkan angka global,” ucapnya.
Dia juga mengingatkan bahwa panduan SKB 4 menteri harus betul-betul diterapkan untuk pertimbangan pelaksanaan PTM, dan sekolah yang dapat menerapkan PTM adalah yang telah lolos assessment daftar checklist prokes.