Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tantangan Kritikal Global di Musim Pandemi

Krisis politik berdarah di Afganistan dan problem air bersih yang akut di sejumlah wilayah genting menantang warga dunia untuk ‘mendinginkan’ bumi yang masih jauh dari pulih akibat diterjang pandemi Covid-19.
Suasana lokasi bom bunuh diri di Baghdad, Irak, Kamis (21/2/2021). /Antara-Reutersrn
Suasana lokasi bom bunuh diri di Baghdad, Irak, Kamis (21/2/2021). /Antara-Reutersrn

Bisnis.com, JAKARTA – Di tengah perjuangan manusia terbebas dari pandemi Covid-19, peta politik internasional di wilayah Asia Selatan dan Tengah justru memanas menyusul munculnya Taliban sebagai penguasa baru di Afganistan dengan berbagai eskalasi dan eksesnya.

Konflik bersenjata yang meletus kembali di negara tersebut seolah ingin menihilkan krisis global akibat virus corona yang belum berkesudahan.

Betapa tidak? Dalam tempo cepat, korban tewas berjatuhan akibat kekerasan politik yang sangat eksplosif.

Sementara itu, dari wilayah Timur Tengah berhembus pula angin yang berpotensi merusak pula sendi-sendi kemanusian. Ada indikasi kuat bahwa Irak juga akan mengalami nasib buruk seperti Lebanon.

Ada apa gerangan? Krisis air bersih yang akut!

"Di Irak, tingkat krisis air membahayakan, anak-anak tidak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal tanpa air. Ini saat yang tepat untuk mengambil langkah terhadap perubahan iklim dan menjamin akses ke air yang aman untuk semua anak-anak," kata seorang pejabat perwakilan UNICEF di Irak, Minggu (29/8).

Badan PBB itu, menurut Antara, secara tegas mengingatkan risiko kesehatan bagi sebagian besar anak-anak Irak saat mereka kehilangan akses untuk air yang layak minum dan aman.

Hampir 3 dari 5 anak di negara itu tidak mendapatkan akses ke layanan air yang dikelola dengan baik. Bahkan tidak sampai separuh dari seluruh sekolah di Irak memiliki akses ke air dasar.

Perlu diketahui bahwa musim hujan 2020—2021 di Irak menjadi yang paling kering kedua selama 40 tahun terakhir, situasi yang menyebabkan aliran air di sungai Tigris dan Efrat masing-masing turun 29% dan 73%.

Melihat kondisi ini, pernyataan Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa terasa sangat relevan untuk direnungkan kembali.

"Kita punya satu kesempatan, untuk mengubah situasi air, dengan bertindak untuk masa depan yang menjanjikan, dunia yang lebih baik, yang tidak akan melihat tetesan air terakhir," tegasnya suatu ketika.

Padahal, belum lama berselang UNICEF juga melaporkan krisis air bersih yang melanda Lebanon. Bencana tersebut diperkirakan berdampak kepada sedikitnya satu juta pengungsi.

Kondisi dilaporkan semakin gawat karena akses terhadap air bersih kian tersendat, karena negara itu kekurangan dana, bahan bakar, dan pasokan memengaruhi pemompaan air.

UNICEF memperkirakan lebih dari 4 juta orang yang akan terimbas dari krisis tersebut.

Nestapa di Irak dan Lebanon itu mengingatkan kita semua pada apa yang pernah disampaikan oleh PBB pada 2018 dalam laporannya berjudul An Agenda for Water Action. Itu adalah peringatan nyata bahwa dunia dalam bahaya krisis air!

Laporan bersama Bank Dunia dan PBB itu menyatakan saat ini 40% populasi dunia mengalami kelangkaan air. Laporan yang disusun berdasarkan penelitian selama dua tahun tersebut mengungkapkan sekitar 700 juta orang akan menderita akibat kelangkaan air parah pada 2030.

"Ekosistem basis kehidupan, keamanan pangan, keberlanjutan energi, kesehatan masyarakat, pekerjaan, kota, semua terancam karena bagaimana air sekarang dikelola," kata Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim ketika itu sambil menegaskan bahwa dunia tak bisa lagi mengambil air begitu saja secara cuma-cuma.

Apakah masa depan kita sedemikian suram?

Adakah yang bisa kita lakukan agar dunia tetap menjadi tempat di mana burung bisa terbang dan menyanyi? Tempat kita bisa menghirup udara yang bersih. Tempat kita tidak takut tenggelam atau takut mengalami kekeringan yang membakar.

Dunia yang semakin panas pada akhirnya membawa derita juga bagi manusia. Dampaknya bisa sangat mengerikan. Apa yang terjadi Irak dan Lebanon merupakan alarm keras bahwa langkah penyelamatan yang bersifat segera, holistik, dan berdimensi jangka panjang perlu ditempuh.

Krisis semacam ini mengingatkan orang pada pemburukan kondisi lingkungan global yang digambarkan Thomas L. Friedman dalam karyanya berjudul Hot, Flat, and Crowded.

Di dalamnya dipaparkan betapa bumi telah menjelma menjadi tempat yang  penuh sesak, karena penduduk yang makin banyak seiring keberhasilan menekan angka kematian.

Industrialisasi bertumpuk di kawasan perkotaan dan sekitarnya tanpa upaya yang seimbang dalam pembenahan sarana dan prasarana.

Sebuah tantangan kemanusiaan global yang sungguh tidak ringan di tengah berkecamuknya pandemi Covid-19 dan pergolakan berdarah di sebagian wilayah dunia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Inria Zulfikar
Editor : Inria Zulfikar

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper