Bisnis.com, JAKARTA - Penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia memasuki babak baru, setelah mengalami lonjakan kasus akibat varian Delta.
Adapun, kebijakan PPKM membuat kurva kasus Covid-19 di Tanah Air menjadi sedikit melandai. Beberapa pakar kesehatan mulai memberikan proyeksinya mengenai akhir pandemi Covid-19 di Indonesia.
Dari banyaknya proyeksi yang diberikan, tak sedikit prediksi tersebut bernada pesimistis. Salah satu proyeksi yang cukup bernada pesimis adalah proyeksi yang menyatakan bahwa pandemi Covid-19 di Indonesia tidak akan hilang begitu saja, tetapi berubah menjadi hiperendemik.
Hermawan Saputra selaku Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) mengungkapkan bahwa status hiperendemik mungkin membuat status pandemi Covid-19 Indonesia dicopot oleh WHO. Namun, hal tersebut tidak berarti bahwa Covid-19 hilang dari Indonesia.
Kondisi ini tentu berkebalikan dengan beberapa negara yang telah mencatatkan penurunan kasus dalam jumlah tinggi. Dalam konteks Covid-19, Indonesia akan memasuki periode hiperendemik ketika negara-negara lain sudah memasuki periode endemik. Lantas, apa yang dimaksud dengan hiperendemik?
Hiperendemik terdiri dari dua kata, yakni hyper dan endemic. Dilansir dari dictionary.com, hyper berarti sesuatu yang berlebihan. Sementara itu, endemic berarti kemunculan suatu penyakit secara terus menerus di suatu wilayah geografis tertentu sebagaimana dilansir dari CDC. Dengan demikian, seperti dikutip dari CDC, hiperendemik bisa diartikan sebagai kemunculan suatu penyakit secara terus menerus di suatu wilayah geografis tertentu, yang terjadi dalam intensitas tinggi.
Baca Juga
Definisi yang sama juga dapat ditemukan di Oxford Dictionary. Namun, terdapat beberapa perbedaan antara definisi CDC dengan definisi Oxford mengenai hiperendemik. Dilansir dari oxfordreference.com, selain kemunculan suatu penyakit dengan intensitas tinggi di wilayah tertentu, hiperendemik juga bisa berarti sebagai kemunculan penyakit yang sama di setiap usia yang berbeda-beda.
Sementara itu, Institut Robert Koch di Jerman menjelaskan bahwa kondisi hiperendemisitas tidak selalu dikaitkan dengan tingkat kejadian yang tinggi. Bisa jadi angka kejadian yang relatif rendah, tetapi risiko infeksi tinggi.