Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Afghanistan Ashraf Ghani yang kini berada di pengasingan di Uni Emirat Arab mengatakan, bahwa dia telah meninggalkan Kabul untuk mencegah pertumpahan darah.
Dalam keterangan singkatnya, dia membantah laporan bahwa dirinya membawa sejumlah besar uang saat meninggalkan istana kepresidenan.
Sebelum tiba di Uni Emirat Arab, Ghani dilaporkan kabur ke Tajikistan saat pasukan Taliban mulai menguasai Kota Kabul pada Senin (16/8/2021).
Akibat kehilangan kendali di Ibu Kota, warga Afghanistan panik dan sebagian besar melarikan diri ke luar kota termasuk menuju bandara untuk terbang ke luar negeri. Sebagian penduduk memilih mengungsi dan memasang tenda di lapangan terbuka untuk perlindungan sementara.
Di Jalalabad, sedikitnya tiga orang dilaporkan tewas dan belasan lainnya terluka setelah tembakan dilepaskan akibat aksi protes atas penurunan bendera Afghanistan oleh Taliban.
Kekacauan masih terjadi di bandara Kabul akibat warga asing dan warga lokal yang berebutan untuk mendapatkan penerbangan ke luar negeri.
Baca Juga
Dalam perkembangan lain, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden membantah bahwa AS telah melakukan kesalahan dalam menangani penarikan pasukannya dari Afghanistan, dengan mengatakan bahwa kepanikan yang terjadi di bandara Kabul tidak dapat dihindari.
Biden mengatakan, situasinya tidak dapat ditangani dengan lebih baik untuk mencegah kekacauan di bandara Kabul akibat kejatuhan Pemerintah Afghanistan berlangsung secara tiba-tiba.
"Kami akan mempelajari bagaimana cara untuk keluar tanpa kekacauan. Saya tidak tahu bagaimana itu terjadi," kata presiden AS ssperti dikutip Aljazeera.com, Kamis (19/8/2021).
Amerika Serikat, ujarnya, akan mempertahankan kehadiran diplomatik di Afghanistan hingga melampaui batas waktu 31 Agustus untuk melakukan penarikan pasukan dari negara itu.
Sebelumnya, dalam satu konferensi pers resmi pertamanya di Kabul sejak menguasai Afghanistan,.
Taliban menyatakan tidak akan ada serangan dari negara itu dan menginginkan hubungan damai dengan negara-negara lain.
“Kami tidak menginginkan musuh internal maupun eksternal,” kata juru bicara utama gerakan itu, Zabihullah Mujahid seperti dikutip Aljazeera.com.
Juru bicara itu juga menegaskan bahwa hak-hak perempuan akan dilindungi dalam kerangka nilai-nilai Islam.
Kelompok bersenjata itu juga menyatakan akan memberikan "amnesti" di seluruh Afghanistan dan mendesak perempuan untuk bergabung dengan pemerintahnya.
Upaya itu dilakukan untuk menenangkan ketegangan di ibu kota yang panik ketika ribuan orang mengerumuni bandara internasional negara itu untuk melarikan diri.
Taliban menyatakan, bahwa perang di Afghanistan telah berakhir dan seorang pemimpin senior mengatakan kelompok itu akan menunggu sampai pasukan asing pergi sebelum menciptakan struktur pemerintahan baru.
Sementara itu, China mengatakan siap untuk menjalin "hubungan persahabatan" dengan Taliban. Rusia dan Iran juga membuat tawaran diplomatik.