Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Taliban Ingin Ambil Alih Kekuasaan, JK Yakin Afghanistan Tak akan Perang Saudara

JK memprediksi negara-negara termasuk Indonesia masih menunggu beberapa bulan ke depan untuk menentukan sikap setelah Taliban menguasai Afghanistan.
Pejuang Taliban berdiri di luar Kementerian Dalam Negeri di Kabul, Afghanistan, (16/8/2021)./Antara-Reuters
Pejuang Taliban berdiri di luar Kementerian Dalam Negeri di Kabul, Afghanistan, (16/8/2021)./Antara-Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla angkat bicara soal pendudukan Taliban di Ibu Kota Afghanistan. Dia meyakini Taliban sudah tak sekonservatif sebelumnya dan mengharapkan adanya transfer kekuasaan yang damai, meski negara-negara masih wait and see.

JK meyakini bahwa Taliban telah mengubah pola pikirnya menjadi lebih terbuka.

"Saya yakin sikap Taliban tidak seperti tahun 1996, 20 tahun lalu yang betul-betul sangat konservatif. Saya percaya setelah bertemu berkali-kali," kata JK dalam wawancara secara virtual pada Senin (16/8/2021).

Namun demikian, masih terlalu dini menyimpulkan sehingga dia memprediksi negara-negara termasuk pemerintah Indonesia juga masih menunggu beberapa bulan ke depan untuk menentukan sikap setelah Taliban menguasai Istana Presiden di Kabul.

"Indonesia termasuk satu dari lima negara yang mendukung perdamaian di sana. Saya yakin wait and see, tetapi hubungan tidak terputus, mungkin tetap ada personel, tetap dijaga hubungannya," ujarnya.

Untuk itu, dia mendorong agar Taliban berkomitmen menjadi lebih moderat, seperti memperbolehkan anak-anak tetap sekolah dan memberikan kebebasan kepada wanita untuk bekerja. Jika tidak ada perubahan, JK meyakini pengakuan dari negara lain akan sulit didapat.

"Kalau Taliban terbuka dan bersahabat dengan negara lain, maka negara lain akan mengakui. Taliban harus lebih moderat," paparnya.

JK juga meyakini tidak akan terjadi perang saudara setelah Taliban mengepung Kabul dan menyebabkan Presiden Ashraf Ghani meninggalkan Afghanistan.

"Baik Taliban maupun Pemerintah Afghanistan sama-sama meyakini bahwa mereka bersaudara dan tidak akan memerangi negara yang sudah ditinggalkan oleh tentara Amerika Serikat," ujarnya.

JK juga mengaku mengenal baik Ashraf Ghani dan pimpinan Taliban Mullah Abdul Ghani Baradar. Menurutnya, keduanya selalu berupaya untuk menyelesaikan konflik di Afghanistan secara damai.

"Saya kenal baik dengan Presiden Ashraf Ghani dan Kepala Kantor Politik Taliban Mullah Abdul Gani Baradar. Mereka akan berupaya menyelesaikan secara damai konflik di Afghanistan yang sudah berjalan hampir 30 tahun," ungkapnya.

Perlu diketahui JK menjadi salah satu figur Tanah Air yang dipercaya oleh pemerintah Afghanistan, termasuk Presiden Ashraf Ghani untuk memimpin perundingan damai setelah kunjungannya ke Jakarta pada 2018. JK juga pernah menerima kedatangan delegasi Taliban ke Jakarta pada 2019.

Dia mengaku saat itu tujuan utamanya adalah memperlihatkan bahwa negara Islam tetap dapat berdiri kokoh dengan pola pikir yang moderat.

Seperti diberitakan sebelumnya oleh Bloomberg, pemimpin Taliban telah mencapai Kabul pada Minggu (15/8/2021) dan tengah mempersiapkan diri untuk mengambil alih penuh Afghanistan setelah dua dekade dihalangi oleh militer Amerika Serikat.

Taliban mengambil alih istana kepresidenan, dan mengatakan berencana untuk segera mendeklarasikan "Emirat Islam Afghanistan" yang baru. Beberapa jam sebelumnya, Presiden Ashraf Ghani yang didukung Amerika melarikan diri dari negara itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nindya Aldila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper