Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Eks Direktur WHO: Indonesia Bisa Mulai Pelonggaran PPKM, Jika...

Ada sejumlah hal yang harus diperhatikan pemerintah sebelum memutuskan untuk melakukan pelonggaran PPKM.
Petugas meminta kendaraan untuk berputar balik karena tidak berkepentingan saat ingin memasuki Kota Surabaya di Bundaran Waru, Surabaya, Jawa Timur, Senin (2/8/2021). Hingga hari terakhir pemberlakuan PPKM level 4 yang berlaku sejak 26 Juli, penyekatan di sejumlah jalan di Surabaya masih berlangsung, walau pun beberapa warga berusaha menerobos penyekatan tersebut. ANTARA FOTO/Umarul Faruq
Petugas meminta kendaraan untuk berputar balik karena tidak berkepentingan saat ingin memasuki Kota Surabaya di Bundaran Waru, Surabaya, Jawa Timur, Senin (2/8/2021). Hingga hari terakhir pemberlakuan PPKM level 4 yang berlaku sejak 26 Juli, penyekatan di sejumlah jalan di Surabaya masih berlangsung, walau pun beberapa warga berusaha menerobos penyekatan tersebut. ANTARA FOTO/Umarul Faruq

Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara Tjandra Yoga Aditama mengatakan ada sejumlah hal yang harus diperhatikan pemerintah sebelum memutuskan untuk melakukan pelonggaran pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).

Dia menuturkan pelonggaran kebijakan PPKM bisa dimulai ketika kasus Covid-19 secara harian turun hingga 13.000 orang.

Tjandra mengatakan batasan tersebut bisa diambil jika Indonesia mau menggunakan contoh yang terjadi di New Delhi, India.

“Kalau kita melihat perbandingan New Delhi yang baru melonggarkan lockdown-nya ketika kasus sudah separuh dari awal mula lockdown,” kata Tjandra dalam keterangannya, Selasa (3/8/2021).

Menurut Tjandra, pelonggaran PPKM akan bergantung dari data analisis risiko, yang me-matrix-kan tingginya penularan di masyarakat dengan kemampuan respons pelayanan kesehatan, yang kemudian dikenal sebagai level 4, atau 3, atau 2.

Selain itu, dia mengungkapkan ada juga pihak yang menghubungkan dengan satu aspek saja, yaitu data epidemiologis jumlah kasus baru yang dilaporkan. India, misalnya, memiliki kasus baru harian sebanyak 9.000 orang pada 15 Februari. Angka tersebut meningkat pada 17 April dengan 261.394 orang per hari. 

New Delhi saat itu memberlakukan lockdown. Sesudah itu kasus harian masih terus meningkat sampai 414.188 orang sehari pada 6 Mei 2021 dan sesudah itu berangsur turun.

New Delhi, imbuhnya, baru mulai melonggarkan lockdown secara bertahap pada 31 Mei 2021 di saat kasus harian di India sudah 127.510.

“Artinya sekitar separuh dari kasus harian di awal mereka memulai lockdown,” ujarnya.

Tjandra menuturkan memang mungkin tidak terlalu tepat membandingkan kebijakan lockdown di New Delhi dengan angka harian di seluruh negara. Namun setidaknya ini dapat memberi gambaran kecenderungannya.

Sementara Indonesia, pada 15 Mei lalu, mencatatkan kasus Covid-19 secara harian sebanyak 2.385 orang. Angkanya terus meningkat dan pada 3 Juli dimulai PPKM Darurat. Ketika itu, angka kasus barunya 27.913 orang atau naik 10 kali lipat dengan angka rata-rata 7 harinya sebesar 23.270 orang.

Guru Besar FKUI ini berujar sejauh ini kasus Covid-19 tertinggi terjadi pada 15 Juli 2021 dengan 56.757 orang per hari, dengan angka rata-rata 7 harinya 44.145 orang, lalu ada kecenderungan menurun.

Pada 2 Agustus ketika harus diputuskan kelanjutan PPKM level 4, kasus baru yang tercatat adalah 22.404 orang dan seakan-akan lebih rendah dari awal PPKM Darurat 3 Juli. Tetapi, Tjandra mengungkapkan, angka rata-rata 7 harinya masih jauh lebih tinggi, yaitu 38.295 orang.

“Artinya, keadaan 2 Agustus tidaklah lebih baik dari keadaan 3 Juli ketika awal PPKM darurat,” ujarnya.

Karena itu, jika melihat perbandingan dengan New Delhi, Indonesia bisa memulai pelonggaran ketika kasus sudah separuh dari awal mula PPKM Darurat.

“Walau tentu kita dapat saja menggunakan dasar perhitungan lain untuk mengambil keputusan,” paparnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Sumber : Tempo.Co
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper