Bisnis.com, JAKARTA – Koordinator Komunikasi KPCPEN Arya Sinulingga mengungkapkan beragam penghambat vaksin sampai ke masyarakat, meski dari segi ketersediaan vaksin sudah cukup banyak.
Arya mengatakan bahwa saat ini untuk mengakses vaksin sudah makin mudah, tak perlu sesuai lokasi KTP bisa langsung disuntik vaksin. Namun, dia mengakui realisasinya di lapangan tak semudah itu.
“Sebetulnya, sekarang tiba-tiba lagi lewat ada tempat vaksin mau disuntik juga sudah bisa, tinggal bawa KTP. Tapi kan, di masing-masing tempat kondisinya berbeda-beda,” kata Arya, saat melakukan siaran langsung di Instagram bersama Juru Bicara Presiden RI Fadjroel Rachman, Jumat (23/7/2021).
Arya mengungkapkan, masyarakat sudah bisa cek lokasi vaksinasi di di website KPCPEN atau LawanCovid. Daftar diri secara daring juga sudah mudah agar tidak datang dan kecewa, kapan tahu harus antre dan dipastikan ada vaksinnya.
Menurutnya, yang membuat lama pertama karena semuanya bertahap. Dia menjelaskan, vaksin bukan obat minum dan butuh orang yang bisa menyuntikkan.
“Kita menggenjot di urusan nakes, misalnya di satu sentra bisa 6.000 orang per hari, pasti ada yang 3-4-5 hari terpaksa antre karena nakes kita kemampuannya cuma 6.000 dan nggak mungkin ditambah lagi. Jadi harus dipahami kenapa harus ada antrean, karena lebih kepada ketersediaan nakesnya yang terbatas,” ujar Arya.
Baca Juga
Kemudian, ada kemungkinan vaksinnya mungkin belum terkirim, atau ada yang dikirim habis, dikirim lagi habis lagi karena serapannya cepat.
Terkait jumlah vaksin, saat ini totalnya sudah mencapai 127.90 juta dosis yang siap untuk disuntikan divaksin. Sementara, total vaksin bersama yang bulk atau bahan belum jadi ada 151 juta. Adapun, yang didistribusikan sudah 75 juta hampit 77 juta.
Lalu mengapa yang divaksin baru 58 juta? Arya mengatakan, hal ini terkait pengiriman. Pertama, produk itu harus naik bus atau truk khusus yang dilengkapi pendingin untuk menjaga suhunya dan sebagainya supaya tidak terganggu kualitasya.
Masalahnya, setelah dikirim ke satu provinsi, vaksin langsung disebar ke semua kabupaten sesuai proporsi jumlah penduduk. Ketika dikirim, jelasnya, ada yang terserap cepat, ada yang lambat.
“Yang terserap cepat ini minta lagi. Nah yang butuh waktu lagi untuk pengiriman. Kadang juga kita mempertanyakan provinsi A masih banyak vaksinnya, kok ada yang lain yang kurang. Ya itu, karena ada yang serapannya cepat, ada yang lambat,” jelasnya.
Sementara itu, vaksin dari daerah yang serapannya lambat tidak bisa dengan mudah ditarik kembali dan dialihkan ke daerah yang serapan vaksinnya cepat, karena vaksin sudah menyebar sampai level puskesmas.
"Misalnya di satu kecamatan di satu provinsi ada 500 ribu dosis, yang divaksin baru 300 ribu, kemana 200 ribu? Tapi kok ada kecamatan lain minta lagi? Karena itu udah disebar merata sesuai jumlah penduduk, tapi ada yang cepat suntikannya ada yang lama. Sehingga itu alasan banyak yang kurang. Karena sudah sampai puskesmas tapi nggak ada yang mau disuntik, itu tercatat sebagai belum dipakai,” imbuh Arya.
Dia menegaskan ketersediaan vaksin tidak perlu dikhawatirkan, dan distribusi juga sudah digenjot Kemenkes. Sayangnya, tanggung jawab pemerintah pusat hanya sampai antar ke provinsi. Setelah itu, tanggungjawabnya pindah ke Gubernur, Bupati, Pemda.
Selanjutnya, menanggapi ada yang pakai KTP beda domisili masih tidak bisa dapat vaksin, Arya menjelaskan karena beberapa fasilitas kesehatan khawatir jika vaksin diberikan ke penduduk daerah lain, maka vaksin untuk penduduk setempat bisa kurang.
“Jadi itu orang takut kekurangan untuk penduduk sendiri, karena disedot penduduk lain. Ini kebijakan di level bawahnya. Kebijakannya sih dari pusat, siapa pun boleh datang. Yang penting yang mau divaksin ada, vaksinnya ada, yang nyuntik ada,” kata Arya.