Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ivermectin Bukan Bansos! BPOM Blokir Pabrik PT Harsen Jelang PPKM Darurat Jawa-Bali

Melihat situasi Covid-19 saat ini, dengan kasus yang terus melonjak, Moeldoko mengambil keputusan untuk berani mendistribusikan Ivermectin kepada anggota HKTI.
Ivermectin, obat cacing diklaim sembuhkan pasien Covid-19./Istimewa
Ivermectin, obat cacing diklaim sembuhkan pasien Covid-19./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono menegaskan, bahwa obat Ivermectin adalah obat keras, bukan bantuan sosial (bansos).

Pandu menegaskan hal itu lewat akun Twitter @drpriono1, Jumat (2/7/2021).

Menurut dia, Ivermectin tidak boleh didistribusikan langsung kepada masyarakat. Oleh karena itu, menurutnya, perlu diberi sanksi kepada Ketua HKTI dan PT Harsen Laboratories.

Pandu mencuitkan hal tersebut menanggapi informasi, bahwa Pemkab Kudus menerima bantuan 2.500 dosis Ivermectin dari Ketua HKTI dan PT Harsen Laboratories untuk membantu penanganan Covid-19.

Bantuan diserahkan secara simbolis kepada Bupati Kudus, Hartopo, untuk disalurkan kembali pada 3 Kecamatan pada Senin (7/6/2021).

Isu seputar Ivermectin sudah mecuat sejak awal Juni. Kala itu, Ivermectin yang merupakan obat cacing ini dipakai untuk mengatasi lonjakan kasus Covid-19 di Kudus, Jawa Tengah.

Menurut dokter Adam Prabata, bahwa Ivermectin sempat digunakan di India saat negara itu dilanda gelombang pandemi Covid-19, tapi kemudian dihentikan pemakaiannya. Dikutip dari akun Instagram @adamprabata, Jumat (11/6/2021).

Kandidat PhD di Universitas Kobe, Jepang ini mengutip hasil penelitian Lopez-Medina pada tahun 2021, WHO, NIH. Dari penelitian itu diketahui, bahwa Ivermectin bermanfaat dalam skala penelitian kecil dengan peserta uji klinis 50 hingga 200 orang.

Sementara, penelitian dalam skala besar dengan peserta uji klinis 400 orang, membuktikan bahwa ivermectin tidak bermanfaat, bahkan untuk pasien Covid-19 dalam skala ringan.

India pun, ujarnya, memang sempat menggunakan ivermectin untuk mengobati pasien Covid-19. Namun, ujarnya, sejak 27 Mei 2021, Kementerian Kesehatan India tidak lagi memasukkan obat itu ke dalam daftar yang disetujui digunakan untuk pasien Covid-19.

Kemudian, National Institutes of Health (NIH) menegaskan, bahwa belum ada data penelitian yang memadai untuk merekomendasikan atau melarang penggunaan invermectin untuk Covid-19.

Sementara, Badan Kesehatan PBB atau WHO dan Infectious Diseases Society of America (IDSA) tidak merekomendasikan invermectin untuk pasien Covid-19, kecuali untuk uji klinis.

Reaksi HKTI

Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Moeldoko mendorong pemerintah menggunakan obat Ivermectin untuk menanggulangi Covid-19 di Indonesia.

“Sejumlah hasil penelitian dan uji klinis menunjukkan bahwa Ivermectin menekan tingkat kematian pasien Covid-19. Ada 15 negara berhasil melawan Covid-19 dengan Ivermectin, Peru, Meksiko, Slovakia berhasil menekan kematian Covid-19 dengan Ivermectin,” terangnya pada konferensi pers, Senin (28/6/2021).

Melihat situasi Covid-19 saat ini, dengan kasus yang terus melonjak, Moeldoko mengambil keputusan untuk berani mendistribusikan Ivermectin kepada anggota HKTI.

“Saya berkali-kali menggunakan Ivermectin sehat-sehat saja. Ini agar kita tidak terjebak dalam perdebatan tidak produktif. Tapi, kita tetap tidak abai dengan laporan ilmiah,” ujarnya.

Atas distribusi HKTI terhadap penggunaan Ivermectin, Moeldoko menyebut di Tangerang, Jakarta Timur, Depok, dan Bekasi, kemanjurannya hampir 100 persen untuk menurunkan Covid-19.

Di semarang Timur, kasus Covid-19 40 orang semua bisa selesai dengan baik. Di Sragen 25 orang, di Kudus 13 orang semuanya bisa diselamatkan.

“Kami optimistis Invermectin dapat menjadi salah satu solusi obat yang efektif mengobati Covid-19. Kami juga telah mendapat kajian dan rekomendasi dokter di luar negeri yang sudah menggunakan obat ini. Ini menyangkut keberlangsungan hidup seseorang. Saya berharap seluruh elemen pemerintah dan masyarakat mari kita bergerak cepat dan tepat,” tegasnya.

Ivermectin Bukan Bansos! BPOM Blokir Pabrik PT Harsen Jelang PPKM Darurat Jawa-Bali

IDI

Sebelumnya, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga mendorong BPOM segera memberikan izin penggunaan Ivermectin untuk pengobatan Covid-19.

Melalui surat kepada BPOM, Menteri BUMN Erick Thohir meminta penerbitan EUA atau izin penggunaan darurat Ivermectin dipercepat.

“Dalam upaya mengatasi pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional, kami mohon dukungan Saudari agar dapat dilakukan percepatan penerbitan EUA Ivermectin, sehingga dapat menjadi produk local untuk pencegahan danpengobatan Covid-19,” tulis Menteri Erick.

Senada, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M. Faqih mendukung penggunaan obat tersebut.

Menurutnya, obat yang saat ini dipakai di seluruh dunia untuk membantu penyembuhan Covid-19 belum menggunakan evidence based atau berasal dari penelitian secara ilmiah (uji klinis).

Menurutnya, saat ini lonjakkan Covid-19 di Indonesia sangat tinggi sehingga rencana Pemerintah menggunakan Ivermectin dinilai sebagai salah satu ikhtiar mencari obat Covid-19.

"Kasihlah ruang bagi Pemerintah untuk dapat mencari obat Covid-19. Jangan belum apa-apa sudah mengatakan Ivermectin tidak baik untuk membantu pengobatan Covid-19," kata Faqih, dikutip Minggu (27/6/2021).

Uji Klinis

BPOM pun mengeluarkan persetujuan uji klinis terhadap obat Ivermectin sebagai terapi Covid-19.

Pemerintah berencana memproduksi 4,5 juta tablet obat tersebut usai proses uji klinis.

Erick mengatakan, bahwa pemerintah telah menyiapkan produksi jutaan tablet obat Ivermectin bila sudah terbukti baik untuk digunakan.

"Kita sudah siapkan produksi sebesar 4,5 juta. Kalau memang ternyata baik untuk kita semua tentu produksi ini akan kita genjot," kata Erick saat konferensi pers virtual, Senin (28/6/2021). Langkah ini, kata Erick, untuk membantu masyarakat mendapat obat murah dan terapi murah di tengah meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia. Kebijakan ini akan diambil setelah hasil uji klinis diputuskan.

"Kami terima kasih dukungannya dan mudah-mudahan kerja sama ini terus terjaga, dan Insya Allah dengan niat baik semuanya ada solusi," ujarnya.

Pabrik Diblokir

Pada saat amai diperbincangkan, BPOM dikabarkan melakukan inspeksi mendadak ke pabrik PT Harsen Laboratories yang selama ini memproduksi Ivermectine, obat cacing yang dianggap mampu memulihkan keadaan pasien positif Covid-19.

Direktur Marketing PT Harsen Laboratories Riyo Kristian Utomo menuturkan, BPOM telah melakukan inspeksi selama tiga hari.

Dalam inspeksi itu, Riyo menuturkan, BPOM memblokir obat Ivermectine keluar dari pabrik PT Harsen Laboratories.

"Berhari-hari mereka nongkrong memeriksa semua faktur di pabrik. Sepertinya mereka tidak menginginkan obat ini beredar dan dipakai untuk melawan Covid-19," kata Riyo melalui keterangan tertulis, Jumat (2/7/2021).

Menurut dia, tindakan BPOM itu telah mengganggu kinerja karyawan pabrik dan merugikan perusahaaan.

"Tapi yang terpenting BPOM telah menghambat upaya pemerintah untuk melindungi masyarakat dari Covid-19. Sebagai lembaga negara BPOM seharusnya yang paling bertanggung jawab melindungi rakyat. Bukan melucuti senjata rakyat melawan Covid-19,” tuturnya.

Kendati demikian, dia mengakui Ivermectine memang obat untuk melawan parasit. Hanya saja, dia mengatakan, obat itu telah digunakan di sejumlah negara untuk merawat pasien positif Covid-19.

"Ivermectine adalah harapan baru bagi penderita Covid hari ini agar bisa sembuh. Jadi kami pertanyakan niat BPOM menghambat distribusi Ivermectine sebagai senjata rakyat dalam perang melawan Covid," tuturnya.

Reaksi Kepala BPOM

Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan, pihaknya melakukan pemblokiran pabrik pembuat Ivermectin PT Harsen karena penemuan sejumlah pelanggaran.

Menurut dia, apa yang dilakukan BPOM untuk menegakkan aturan dalam melaksanakan tugas melindungi masyarakat.

"Kami sudah melakukan pembinaan dan pengawasan pada pembuatan Ivecmertin PT Harsen. Tahap pembinaan, perbaikan hingga pemanggilan namun masih belum ada niat baik PT Harsen memperbaiki kekurangannya, sehingga ada langkah tindak lanjut sanksi-sanksi yang diberikan," kata Penny dalam jumpa pers Jumat (2/7/2021).

Dia menyebut sejumlah pelanggaran PT Harsen yaitu: bahan baku ivecmertin adalah bahan baku tak resmi, kemasan siap edar tidak sesuai aturan, penetapan kadaluarsa sesuai BPOM dicantumkan 18 bulan setelah tanggal produksi, namun PT Harsen mencantumkan 2 tahun tahun setelah produksi.

Selain itu, promosi obat keras tidak bisa langsung dilakukan kepada publik, namun harus di tenaga kesehatan atau dokter.

"Harusnya mereka memahami regulasi yang ada," katanya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nancy Junita
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper