Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah pejabat pemerintah mempromosikan Ivermectin sebagai salah satu obat Covid-19. Namun, langkah itu mendapat respons kontra dari epidemiolog, di tengah upaya uji klinis di beberapa negara.
Salah satunya adalah epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono yang mengatakan bahwa pemakaian Ivermectin harus melalui hasil uji klinis. Dia pun meminta pemerintah agar menindak praktik penjualan obat keras.
“Tegas dan jelas. Ivermectin hanya boleh dipakai dalam uji klinik. Jangan dipromosikan, jangan diresepkan, jangan konsumsi obat yg belum terbukti bermanfaat & aman. Jangan selebriti promosikan pengobatan sendiri & klaim obat tsb bermanfaat. Mari kita edukasi masyarakat,” tulisnya pada Jumat (2/7/2021).
Seperti diketahui, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan persetujuan uji klinis terhadap obat Ivermectin sebagai terapi Covid-19.
Bahkan, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan bahwa Indonesia telah siap memproduksi jutaan butir obat Ivermectin bila sudah terbukti baik untuk digunakan.
Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko juga ikut mempromosikan penggunaan Ivermectin untuk melawan virus corona, seperti diungkapkan dalam konferensi pers pada Senin lalu.
Baca Juga
Perlu diketahui, Ivermectin merupakan obat yang dapat membunuh larva cacing yang juga bisa digunakan untuk sakit skabies atau kudis. Tak terkecuali, obat ini juga digunakan untuk hewan. Ivermectin hanya tersedia dengan resep dokter.
Namun, sejumlah e-commerce seperti Bukalapak dan Blibli menjual obat ini dengan berbagai merek dagang yang harganya berkisar dari Rp400.000 - Rp800.000 per box.
Wanti-wanti agar tak sembarang menggunakan Ivermectin telah disampaikan oleh WHO pada Maret lalu.
“Bukti saat ini tentang penggunaan Ivermectin untuk mengobati pasien COVID-19 tidak dapat disimpulkan. Sampai lebih banyak data tersedia, WHO merekomendasikan bahwa obat tersebut hanya digunakan dalam uji klinis,” seperti dikutip dari situs resminya.
Pernyataan tersebut diikuti dengan hasil penelitian dari ahli internasional yang independen yang melibatkan 2.407 data.
Hasilnya menunjukkan bahwa obat tersebut memperlihatkan “kepastian yang sangat rendah” jika dikaitkan dengan mengurangi risiko kematian, kebutuhan ventilasi mekanis, kebutuhan masuk rumah sakit dan waktu untuk perbaikan klinis pada pasien Covid-19 karena keterbatasan metodologis dari data percobaan yang tersedia.
Principle, sebuah platform riset gabungan dari University of Oxford, tengah melakukan penelitian tentang pengobatan untuk pasien Covid-19 dengan gejala berat agar mempercepat penyembuhan, menurunkan gejala berat, dan menghindari rawat inap. Studi ini melibatkan 5.000 sukarelawan di Inggris.
Dengan sifat antivirus yang diketahui, Ivermectin telah terbukti mengurangi replikasi SARS-CoV-2 dalam penelitian laboratorium.
“Studi percontohan kecil menunjukkan bahwa pemberian awal dengan ivermectin dapat mengurangi viral load dan durasi gejala pada beberapa pasien dengan Covid-19 ringan,” seperti dikutip dari situsnya.
Namun, hanya ada sedikit bukti dari uji coba terkontrol secara acak berskala besar yang menunjukkan bahwa ivermectin dapat mempercepat pemulihan penyakit atau mengurangi rawat inap di rumah sakit.