Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Panggung Humor Politisi Tak Pernah Sepi

Kelucuan dan bahkan juga kekonyolan politik bisa dengan mudah dijadikan amunisi dan senjata oleh para politisi yang berseteru, terutama menjelang pemilu atau ketika ruang publik sedang panas oleh isu tertentu.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Ihsan Yunus menjadi saksi untuk mantan Menteri Sosial Juliari Batubara, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (21/6/2021)./Antara-Desca Lidya Natalia
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Ihsan Yunus menjadi saksi untuk mantan Menteri Sosial Juliari Batubara, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (21/6/2021)./Antara-Desca Lidya Natalia

Bisnis.com, JAKARTA— Adu opini para politisi terasa menyesaki berbagai saluran kehidupan dunia maya. Lontaran humor dari pihak lain ditanggapi serius oleh pihak lainnya.

Aksi balas pun berdentum kencang. Perang di medan laga media sosial seolah tak berkesudahan. Politik Indonesia memang tidak seperti yang ada dalam pemikiran Von Werner Finck. Kita bukan negara totaliter.

Perang urat syaraf dengan meluncurkan meme di media sosial, misalnya, bisa berlangsung dengan bebas. Tinggal klik saja, sudah tersedia banyak pilihan.

Kelucuan dan bahkan juga kekonyolan politik bisa dengan mudah dijadikan amunisi dan senjata oleh para pihak yang berlaga, terutama menjelang pemilu atau ketika ruang publik sedang panas oleh isu tertentu.

Alhasil, publik makin sering disuguhi tontonan yang 'mengibur' seputar ulah para politisi. Bahan humor politik di negeri ini bisa dibilang nyaris tak terbatas.

Mulai dari masalah pandemi, vaksin Covid-19, anggaran pertahanan, pembatasan sosial, produk impor, angkatan kerja hingga kebakaran hutan. Hal ini tentu tidak terjadi di negara-negara totaliter.

Lalu apa yang biasanya dicemaskan oleh seorang politikus? Tidak lain hanyalah pemilihan umum yang bebas, kebebasan mengemukakan pendapat serta kekhawatiran terhadap golongan radikal.

"Dan tentu saja terhadap humor," ujar Finck (1978), komedian yang juga aktor dan seniman kabaret kondang asal Jerman.

Finck tentu tidak ingin menyindir para politisi di republik ini yang tak kalah sibuk mengomentari penanganan pandemi Covid-19 yang dijalankan pemerintah.

Setuju dengan Finck, lebih baik melihat kehebohan politik dari sisi humornya saja. Hal-hal yang berat dan bikin pening kepala, serahkan saja kepada pemerintah biar segera diatasi.

Hal ini tentu tidak terjadi di negara-negara totaliter. Kenapa? Pemilu saja tidak ada. Kalaupun ada, tak lebih sebatas ‘hiasan demokrasi’. Para politisinya bisa saja memanipulasi pemilu, membungkam pendapat umum, dan melumpuhkan bandit-bandit fanatik. 

"Akan tetapi terhadap humor, mereka tidak berdaya," sindir Finck.

Paling mentok penguasa hanya mampu mencekik batang leher si tukang cerita. Akan tetapi humor itu sendiri menyelip lolos dari setiap pengejaran. Ibarat tersapu angin,  terbang jauh ke mana-mana.

Indonesia tidak sehoror itu. Politik di negeri ini sungguh amat cair. Yang semula oposisi, besok bisa saja menjadi rekan koalisi. 'Bermain di dua kaki' pun sepertinya jadi jurus ampuh untuk menjaga kelangsungan hidup partai.

Pun, gonta-ganti partai semakin menjadi gaya hidup yang disukai politisi, layaknya berganti gawai saja.

Suatu ketika Winston Churchill, politisi ulung Inggris yang sulit dicari tandingannya, pernah mengumpat bahwa ‘politik itu busuk’.

Nah, kebetulan dari masalah-masalah busuk kerap muncul apa yang dinamakan 'humor'.

''Humor biasanya tumbuh subur di suasana yang kontradiktif dan munafik, di mana realita tidak sesuai, bahkan bertolak belakang dengan apa yang diidamkan," ujar Jaya Suprana dalam kata pengantarnya di buku Humor Politik karya Milo Dor dan Reinhard Federmann yang berjudul asli Der Politische Witz itu.

Tak heran bila salah satu masalah yang kerap menjadi korban humor adalah politik. Karena suasana politik yang di luar tampak begitu anggun tetapi di dalam perutnya ternyata penuh akal-akalan busuk seperti dikatakan Churchill tadi. Itu saja sudah menimbulkan kejenakaan.

Bisa jadi humor politik ini masih akan panjang umurnya. Jangan-jangan malah abadi. Selama masih ada penguasa dan mereka yang dikuasai, di situ pula ia bersemi.

Seperti kata Jaya Suprana, politik memang sarat dengan suasana dukung sana, jegal sini, jilat sana, jitak situ, janji ini, ingkar itu, berlumuran aneka kontradiksi dan kemunafikan, serba tumpang tindih, dan morat-marit.

Menurut Anda, anekdot politik apa yang sedang lucu-lucunya saat ini?


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Inria Zulfikar
Editor : Inria Zulfikar

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper