Bisnis.com, JAKARTA - Dukungan penggunaan Ivermectin sebagai terapi Covid-19 terus mengalir. Menteri BUMN Erick Thohir dan Ikatan Dokter Indonesia kompak mendorong dikeluarkannya izin penggunaan darurat obat tersebut.
Ivermectin sejatinya digunakan sebagai obat cacing. Penggunaan obat ini biasanya hanya setahun sekali. Belakangan Ivermectin mulai direkomendasikan sebagai obat terapi Covid-19.
Menteri Erick sejak Mei 2021 sudah menyurati Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) agar mengeluarkan emergency use authorization (EUA) atas Ivermectin.
Permintaan itu disampaikan Erick setelah PT Indofarma, Tbk. mengajukan permohonan praregistrasi kepada BPOM untuk obat tersebut. Dalam suratnya Erick berharap Ivermectin menjadi produk lokal untuk pencegahan dan pengobatan Covid-19.
Pemerintah memiliki dasar untuk pengajuan tersebut. Pertama temuan Indofarma bahwa Ivermectin efektif mencegah dan membasmi Covid-19. Kedua, National Institute of Health di AS telah meningkatkan Ivermectin sebagai opsional terapi Covid-19 sejak 15 Januari.
Ketiga, Slovakia telah menerbitkan UEA Ivermectin sebagai obat terapi Covid-19 dan menggunakannya secara nasional.
Belakangan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memberikan dukungan untuk menggunakan obat tersebut sebagai terapi Covid-19. Padahal sebelumnya IDI secara tegas menyebut Ivermectin bukan obat Covid-19.
IDI berpedoman pada Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Food and Drug Administration (FDA) atau Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat yang sudah merekomendasikan Ivermectin untuk terus digunakan dalam rangka uji klinis.
Ketua Umum IDI Dr Daeng M. Faqih mengakui hingga saat ini belum ditemukan obat yang dapat mematikan virus Covid-19. IDI mendukung upaya mempercepat dan memperbanyak uji klinis Ivermectin untuk dapat digunakan sebagai salah satu obat penanganan Covid-19.
Dia menjelaskan sejatinya obat yang saat ini dipakai di seluruh dunia untuk membantu penyembuhan Covid-19 belum menggunakan evidence based atau berasal dari penelitian secara ilmiah (uji klinis).
Obat Covid-19 yang saat ini dipergunakan hanya berdasarkan empirical based atau berdasarkan pengalaman di beberapa negara yang sudah menggunakannya.
Menurutnya, saat ini lonjakkan Covid-19 di Indonesia sangat tinggi sehingga rencana Pemerintah menggunakan Ivermectin dinilai sebagai salah satu ikhtiar mencari obat Covid-19.
"Kasihlah ruang bagi Pemerintah untuk dapat mencari obat Covid-19. Jangan belum apa-apa sudah mengatakan Ivermectin tidak baik untuk membantu pengobatan Covid-19," kata Faqih, dikutip Minggu (27/6/2021).
Di sisi lain, BPOM mengeluarkan sinyal untuk mendukung penggunaan Ivermctin. Badan itu berencana menyampaikan persetujuan pelaksanaan uji klinik (PPUK) Ivermectin hari ini. Pertemuan pers dijadwalkan berlangsung pukul 12.45 WIB.
Meski begitu, sejumlah kalangan telah mengingatkan bahwa penggunaan ivermectin secara berlebihan bakal menimbulkan sejumlah risiko pada tubuh.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Ari Fahrial Syam menegaskan Ivermectin tergolong dalam obat keras. Biasanya obat ini hanya digunakan sebagai obat cacing dengan dosis sekali minum.
“Jika berlebihan bisa merusak liver. Gejala efek samping mual, muntah, mencret, pusing, lemas, meriang,” katanya kepada Bisnis, Selasa (22/6/2021).
Ari enggan berkomentar terkait pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir yang menyebut Ivermectin dapat menjadi terapi bagi pasien Covid-19.
Sementara itu, Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman mengingatkan Ivermectin mesti dikonsumsi berdasarkan resep dokter. Efek samping yang dapat terjadi mulai dari ruam kulit, diare, gangguan neorologis hingga mengalami penurunan tekanan darah dan hepatitis.
“Kita tidak mengetahui lagi apa yang bisa terjadi karena ini bisa juga sifatnya individual. Artinya harus betul-betul diawasi dan diperhatikan supaya masyarakat tidak sembarangan akhirnya bebas mengonsumsi obat-obat ini,” terangnya.