Bisnis.com, JAKARTA - Para pemimpin kelompok tujuh negara industri maju (G7) menuntut penyelidikan penuh dan menyeluruh tentang asal-usul virus Corona atau Covid-19 di China, selain mengecam negara itu atas pelanggaran hak asasi manusia, termasuk di Xinjiang.
Setelah membahas bagaimana menyatukan posisi terhadap China, para pemimpin mengeluarkan komunike akhir yang sangat kritis atas sejumlah isu termasuk soal asal Covid-19. Isu itu menjadi sensitif karena perkembangan wabah global di seluruh dunia pertama ditemukan di Kota Wuhan, China.
"Kami juga menyerukan studi atas asal mula dari Covid-19 Fase 2 oleh WHO secara tepat waktu, transparan dan dipimpin oleh para ahli,” menurut rekomendasi G7. Kajian oleh para ahli itu harus berdasarkan kaidah keilmuan, menurut komunike bersama itu seperti dikutip ChannelNewsAsia.com, Senin (14/6/2021).
Sebelum kritik G7 muncul, China dengan tegas memperingatkan para pemimpin G7 bahwa kelompok negara-negara kecil telah memutuskan nasib dunia sejak lama.
G7 juga mengatakan mereka menggarisbawahi pentingnya perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan, dan mendorong penyelesaian damai masalah lintas-selat.
"Kami tetap sangat prihatin dengan situasi di Laut China Timur dan Selatan dan sangat menentang setiap upaya sepihak untuk mengubah status quo dan meningkatkan ketegangan," kata mereka.
Baca Juga
“Kami juga akan mempromosikan nilai-nilai kami, termasuk dengan menyerukan kepada China untuk menghormati hak asasi manusia dan kebebasan fundamental, terutama terkait dengan Xinjiang dan otonomi tingkat tinggi untuk Hong Kong yang diabadikan dalam Deklarasi Bersama Tiongkok-Inggris,” menurut dokumen G7.
G7 juga menyatakan prihatin tentang kerja paksa dalam rantai pasokan global termasuk di sektor pertanian, energi dan garmen.
“Kami prihatin dengan penggunaan segala bentuk kerja paksa dalam rantai pasokan global, termasuk kerja paksa yang disponsori negara dari kelompok rentan dan minoritas, termasuk di sektor pertanian, tenaga surya dan garmen,” menurut G7.
Beijing telah berulang kali membalas apa yang dianggapnya sebagai upaya kekuatan Barat untuk menekan China. China menyatakan banyak kekuatan besar masih dicengkeram oleh pola pikir kekaisaran yang ketinggalan zaman setelah bertahun-tahun mempermalukan China.
Pakar dan kelompok hak asasi PBB memperkirakan lebih dari satu juta orang, terutama Uyghur dan minoritas Muslim lainnya, telah ditahan dalam beberapa tahun terakhir di sistem kamp yang luas di Xinjiang.
Akan tetapi, China menyangkal semua tuduhan kerja paksa atau pelecehan hak asasi manuisa. Awalnya membantah kamp-kamp itu ada, tetapi sejak itu mengatakan bahwa lokasi itu dirancang untuk memerangi ekstremisme.