Bisnis.com, JAKARTA – Sudah dua kali Idulfitri ‘ritual’ mudik ‘dilarang’ atau ‘ditiadakan’ dalam periode tertentu. Kalaupun memaksa mudik, harus rela ‘kucing-kucingan’ dengan petugas di lapangan.
Ancaman penyebaran Covid-19 yang lebih luas menjadi dasar adanya kebijakan pemerintah tersebut. Alhasil, pulang ke kampung halaman ibarat menyeberang ke negara orang yang harus disertai dokumen lengkap nan valid.
Tanpa itu, siap-siap digiring balik arah. Mau nekat bisa saja menerobos ‘jalur tikus’ yang dipandu ‘sukarelawan siap tempur’. Meski dilarang, militansi mudik Lebaran ini bagi banyak orang tak lantas surut oleh karena aturan (larangan) semata.
Ada faktor atau pertimbangan lain yang tampaknya lebih ‘hakiki’, sehingga dianggap wajib ditunaikan apapun kondisinya. Itulah mengapa cukup banyak pula yang rela ‘berjuang di tapal batas’ demi merayakan Idulfitri di kampung sendiri. Pokoknya mudik, titik!
Mudik memang budaya, bukan ajaran agama. Namun urusan pulang kampung ini di banyak budaya luar pun membawa keberkahan juga, lahir maupun batin.
Banyak buktinya. Ambil contoh kisah fenomenal di China yang disebut efek ‘Penyu Laut’. Ini adalah kisah sukses pebisnis dari Negeri Sang Naga yang mampu go international beberapa dekade lalu.
Hebatnya, setelah mendulang sukses, mereka tak lantas lupa kampung halaman. Dimulai ketika bermunculan generasi awal wirausahawan China yang getol berkompetisi di negeri orang.
Dengan semakin banyaknya orang China yang belajar atau bekerja di luar negeri, makin menguatkan pula semangat mereka pulang kampung untuk mengembangkan bisnisnya sendiri.
Nah, mereka ini kerap disebut ‘Penyu Laut’, bahkan memiliki organisasi tersendiri yaitu Asosiasi Cendikiawan Barat yang Kembali. Singkatnya, ‘Penyu Laut’ ini berperan penting dalam perekonomian China era 2000-an (Naisbitt, 2010).
Mereka yang berkiprah di generasi pertama bisa disebut Wang Wei, Wang Yukun, Wu Ying, dan Kaige.
Adapun dari generasi kedua yang cukup terkenal adalah Zhang Haihua dan Pi Xiaoyan. Bisa jadi Jack Ma, sang pendiri Alibaba, adalah generasi ‘Penyu Laut’ juga. Menurut Naisbitt, gen wirausaha ini mendorong China melakukan perjuangan proaktif melawan kemiskinan dan keterbelakangan.
Gen ini membentuk kerangka kerja dan perilaku bisnis yang sama sekali baru di setiap skala, dari yang sangat kecil hingga level raksasa. Transformasi China menuju ekonomi pasar, jelasnya, membutuhkan perubahan di semua bidang.
Beberapa dekade lalu, China ibarat wadah dari segala sesuatu yang usang. Dari bangunan sampai manajemen. Dari akunting sampai tenaga kerja dan peralatan. “Semua operasionalnya amburadul,” tegas Naisbitt dalam bukunya China’s Megatrends.
Akhirnya geliat ‘Penyu Laut’ menggema. Di perusahaan yang terkelola dengan baik, karyawan didorong mengembangkan pikiran wirausaha dan menambah potensi ekonomi perusahaan. Beberapa kesempatan itu tidak biasa dan pada awalnya banyak yang hanya setengah legal.
Namun pada akhirnya semua itu berkontribusi terhadap keseluruhan dan melayani tujuan bersama. Meski sering kali sangat kacau, proses ‘berbisnis’ itu memiliki paduan kendali dan kebebasan serta untuk selanjutnya mengantar pada ledakan pertumbuhan bisnis swasta.
Kalau sempat berguru di negeri orang, bagaimana kisah sukses Anda di kampung sendiri?