Bisnis.com, JAKARTA – Salah satu keluarga korban jatuhnya pesawat SJ-182 di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, pada 9 Januari 2021, Theofilus Lau Ura, tidak menerima santunan yang diberikan dari pihak Sriwijaya Air senilai Rp1,25 miliar dengan alasan adanya klausul khusus yang mesti ditandatangani.
Pengacara dari Firma Hukum Danto dan Tomi & Rekan Priaardanto mengatakan keluarga Theofilus tidak mengambil hak dan santunan yang telah diatur sesuai dengan PM No. 77/2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Udara. Hal tersebut dikarenakan untuk menerima santunan tersebut, keluarga korban harus menandatangani persyaratan yang berisi klausul untuk tak mengajukan tuntutan kepada Boeing.
Menurutnya, klausul untuk tidak mengajukan tuntutan kepada Boeing setelah menerima santunan tersebut bertentangan dengan PM No.77/2011 bab 6 pasal 23. Pasal tersebut justru memungkinkan bagi keluarga korban untuk mengajukan tuntutan meskipun sudah menerima dana santunan sebesar Rp1,25 miliar.
“Padahal ada kemungkinan kesalahan dari Boeing. Adanya rilis dari FAA [Federal Aviation Administration, regulator penerbangan sipil di Amerika Serikat] sangat membuat kami yakin menang. Berdasarkan hukum AS, 1 persen saja kesalahan Boeing, keluarga korban memiliki hak 100 persen yang harus dibayarkan Boeing. Hal itu menjadi keadilan pertama bagi keluarga korban,” ujarnya pada Kamis (20/5/2021).
Sementara itu. perwakilan keluarga korban Theofilius Gabriel Ema mengatakan sejak 5 bulan lalu keluarga tidak pernah mendapatkan informasi yang jelas tentang jatuhnya pesawat tersebut dari pihak Sriwijaya Air.
Setelah mendapat pendampingan, keluarga pun ingin mencari tahu sejauh mana tindakan maskapai untuk bertanggung jawab penuh kepada keluarga.
Baca Juga
“Sejauh ini kami bersama-sama informasi lanjutan, kami juga merasa kecewa karena Selfi Daro [korban] sedang hamil 4 bulan. Namun, juga tidak diberitahukan secara resmi oleh SJ-182 soal santunan terhadap janin tersebut,” kata Ema.
Gugatan tersebut diperkuat dengan adanya temuan baru dari FAA pada 14 Mei 2021. FAA telah menerbitkan Airworthiness Notification untuk pesawat Boeing 737-300, 400, dan 500 berdasarkan informasi yang dipelajari dalam penyelidikan kecelakaan Sriwijaya Air (SJ-182). Pemberitahuan tersebut menyatakan adanya kondisi tidak aman di pesawat.