Bisnis.com, JAKARTA - Penguasa militer Myanmar mencap sekelompok anggota parlemen yang menjalankan pemerintahan bayangan sebagai teroris dan menyalahkan mereka atas pemboman, pembakaran, dan pembunuhan, menurut media yang dikendalikan negara.
Sejak militer merebut kekuasaan dalam kudeta 1 Februari 2021 dan menahan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi, aksi demo untuk menuntut kembali ke demokrasi merebak secara luas.
Pemboman dilaporkan terjadi setiap hari dan milisi lokal telah dibentuk untuk menghadapi tentara. Sementara itu, aksi protes anti-militer berlanjut di seluruh negara Asia Tenggara, selain munculnya serangan oleh penentang kudeta sehingga melumpuhkan ekonomi.
Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) yang beroperasi secara tertutup sebelumnya menyebut tentara sebagai kekuatan teroris. Beberapa waktu lalu NUG mengumumkan bahwa mereka akan membentuk Angkatan Pertahanan Rakyat untuk melindungi pendukungnya dari kekerasan yang dipicu oleh pemerintah militer.
Televisi negara Myanmar MRTV mengumumkan bahwa NUG, sebuah komite dari anggota parlemen yang digulingkan yang dikenal sebagai CRPH akan dikenakan undang-undang anti-terorisme seperti dikutip ChannelNewsAsia.com, Minggu (9/5/2021).
"Tindakan mereka menyebabkan begitu banyak terorisme di banyak tempat," menurut pengumuman itu.
"Ada bom, kebakaran, pembunuhan dan ancaman yang menghancurkan mekanisme administrasi pemerintah," menurut pengumuman rezim tersebut.
Sementara itu, pengunjuk rasa anti-kudeta kembali berbaris melawan pemerintah militer di seluruh negeri. Setidaknya 774 warga sipil dibunuh oleh pasukan keamanan dan 3.778 di penjara, menurut kelompok aktivis Asosiasi Bantuan Tahanan Politik.
Akan tetapi pemerintah militer membantah angka tersebut dan mengatakan setidaknya 24 anggota pasukan keamanan telah tewas akibat aksi protes.
Pertempuran juga berkobar di pinggiran Myanmar setelah tentara etnis bersatu di belakang para pengunjuk rasa.
Di Myanmar barat, Pasukan Pertahanan Chinland yang baru dibentuk mengatakan telah menguasai kamp militer. Akan tetapi pihak tentara tidak mengomentari laporan tersebut.