Bisnis.com, SEMARANG – Badai gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) memunculkan dugaan rekayasa. Hal tersebut telah diendus media dan ditanggapi perseroan dalam press release tertanggal 30 April 2021.
Sritex melalui Joy Citradewi selaku Kepala Komunikasi Perusahaan, menegaskan bahwa dugaan rekayasa gugatan PKPU yang tengah dialaminya dan 3 anak perusahaannya adalah tidak benar. Sritex juga menampik hubungan antara Direktur CV Prima Karya, Djoko Prananto dengan keluarga besar Lukminto.
“Jika yang dimaksud adalah posisi Sekretaris di Sritex GOR Arena, maka kami ingin mengklarifikasi bahwa DJoko Prananto pernah mengemban posisi tersebut, karena pernah tergabung dalam aktivitas fundraising untuk salah satu acara olahraga yang diadakan di GOR Sritex Arena. Acara olahraga tersebut dilakukan pada tahun 2012 dengan sepengetahuan Alm. Bpk. Likminto,” demikian jelas Joy dalam keterangan resminya.
Respon Sritex atas dugaan rekayasa tersebut cukup beralasan. Pasalnya, praktik pemanfaatan celah hukum tersebut sudah bukan rahasia umum lagi.
Ery Arifudin, Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, menyebutkan bahwa KUH Perdata di Indonesia memang masih menyimpan sejumlah celah. “Memang harus ada perbaikan,” ucapnya ketika dihubungi melalui telepon.
Kepada Bisnis, Ery mengungkapkan bahwa rekayasa gugatan PKPU biasa dilakukan untuk menghindari proses voluntary petition atau PKPU Sukarela. Rekayasa tersebut juga bisa saja dilakukan perusahaan untuk menghindari resiko gugatan pailit yang diajukan kreditur.
“Bisa jadi orang yang mengajukan [PKPU] itu memang menghendaki bahwa penundaan tersebut akan digunakan untuk meningkatkan keuntungan bisnisnya, tapi mungkin juga [dilakukan] agar tidak dipailitkan saat ini,” jelasnya.
Alasan kedua, menurut Ery, dapat diambil guna menyelamatkan perusahaan dari resiko pailit. Pasalnya, dengan status PKPU, secara hukum kreditur tidak dapat mengajukan gugatan pailit. “Jadi kalau misalnya ada yang garang dengan alat bukti kuat akan menggugat, wah mati dia, maka diajukan PKPU sendiri saja,” jelasnya.
Ery juga menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang bisa dijadikan indikator apakah gugatan PKPU yang dilakukan perusahaan merupakan rekayasa atau bukan. “Kelihatan itu rekayasa atau tidak [bisa] dilihat dari 45 hari [PKPU Sementara]. Dia kira-kira mampu gak sih urus PKPU, atau ini Cuma menunda-nunda kesempatan bayar utang saja,” jelasnya.