Bisnis.com, JAKARTA – Kendati sudah dilarang, Satgas Penanganan Covid-19 memprediksi setidaknya akan ada 7 persen masyarakat yang nekat mudik lebaran.
Juru Bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito mengharapkan tak sampai terjadi klaster mudik. Pasalnya, kurva Covid-19 Indonesia saat ini sedang stagnan, ketika negara-negara lain di dunia sedang mengalami kenaikan kasus.
“Indonesia seperti di tengah badai, ketika negara lain sedang naik, Indonesia sedang turun tapi sekarang mendatar. Apa yang kita lakukan sudah sesuai, tapi berpotensi bisa naik seperti negara lain kalau kita tidak bisa mengendalikan,” kata WIku pada talkshow, Selasa (4/5/2021).
Wiku menjelaskan, di negara lain terjadi kenaikan karena warganya tidak bisa mengendalikan mobilitas, seperti melakukan aktivitas budaya, aktivitas politik, dan bepergian.
“Semuanya itu tidak terkendali, dan sekali kena, lonjakannya begitu tinggi, karena penularannya disebabkan ketika mereka berdempetan, tidak melakukan protokol kesehatan. Jadi kita harus cegah jangan sampai itu terjadi. Maka dari itu pemerintah sudah sebulan lebih ingatkan jangan mudik,” kata Wiku.
Wiku memaparkan, peniadaan mudik itu jelas akan menjadi sarana transmisi virus, karena mudik akan melakukan silaturahmi fisik, yang mana, jika mengikuti budaya, tidak mungkin tidak saling bersentuhan.
Baca Juga
“Walaupun sudah tahu prokes. Termasuk kalangan intelektual pun, kalau sudah mengenai budaya mudik, kalau sampai ikutan, pasti bertemu sungkem, pasti bersentuhan. Jadi kita harus mampu melakukan silaturahmi bentuk lain, untuk menyelamatkan keluarga yang kita cintai,” kata Wiku.
Kalau masih ada yang memaksakan mudik, dipastikan akan terjadi penularan. Karena meskipun sudah membawa surat keterangan negatif RT PCR sekalipun, bisa saja tertular di perjalanan.
“Nggak ada yang bisa menjamin meskipun bawa surat itu pasti tidak ada virusnya. Saya harap tidak sampai ada klaster mudik, karena itu berbahaya sekali, dia membahayakan bukan hanya dirinya, tapi juga orang tuanya di rumah,” ujarnya.