Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah memutuskan tindakan pemblokiran Netflix yang pernah dilakukan oleh PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) dan PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) bukan perilaku diskriminatif.
Tindakan Telkom dan Telkomsel tersebut dinilai tidak terbukti melanggar Pasal 19 huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Kendati demikian, KPPU tetap memberi rekomendasi kepada Komisi untuk memberikan saran pertimbangan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk membuat regulasi atau peraturan mengenai Over The Top (OTT).
Rekomendasi regulasi yang dimaksud meliputi Advertising-
"Mengingat hingga saat ini belum ada aturan mengenai OTT padahal menggunakan infrastruktur jaringan Internet Service Provider (ISP) dan terus tumbuh secara signifikan. Termasuk di dalamnya mengenai aturan pemblokiran dan situs internet bermuatan negatif," demikian bunyi rekomendasi KPPU dikutip, Jumat (30/4/2021).
KPPU juga meminta Kemenkominfo membuat aturan terkait hal-hal yang harus dipatuhi dalam kerja sama antara Pelaku Usaha ISP dengan Pelaku Usaha Over The Top karena selain terkait aspek privat (business to business) terdapat juga aspek publik.
Seperti diketahui, perkara ini berawal dari penelitian inisiatif seiring dengan temuan yang mengemuka di publik terkait pemblokiran akses pelanggan berbagai jaringan yang dimiliki PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (TELKOM) dan PT Telekomunikasi Seluler (TELKOMSEL) dalam mengakses konten Netflix sejak tahun 2016 hingga akhir 2018.
Temuan tersebut dilanjutkan ke tahapan penyelidikan dan persidangan dengan Nomor Perkara No. 08/KPPU-I/2020 tentang Dugaan Praktek Diskriminasi PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk dan PT Telekomunikasi Seluler terhadap Netflix terkait Penyediaan Layanan Akses Internet Provider.
Pada proses persidangan, Majelis Komisi menemukan bahwa memang telah terjadi perilaku pemblokiran atau penutupan akses internet untuk layanan Netflix oleh para Terlapor, dimana Telkom melakukan pemblokiran di jaringan tetap (Fixed Broadband) dan Telkomsel melakukan pemblokiran pada jaringan bergerak (Mobile Broadband).
Dalam hal tersebut, Majelis Komisi menyimpulkan bahwa telah terjadi perlakuan berbeda atau diskriminasi oleh para Terlapor antara Netflix dengan penyedia Subscription Based Video On Demand (SVOD) lain.
Namun demikian, Majelis Komisi juga menemukan bahwa pemblokiran tersebut tidak mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Hal ini mengingat ditemukannya berbagai bukti, antara lain bahwa, tindakan tersebut dilakukan untuk menghindarkan dari kemungkinan dikenakan pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 dan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016, tidak adanya kerugian yang dialami Netflix, dan konsumen masih bisa memiliki pilihan untuk melihat layanan Netflix melalui penyedia lainnya.