Bisnis.com, JAKARTA — Junta Militer Myanmar belakangan diketahui mengeluarkan sebuah memo di kalangan internal mereka yang berisi perintah untuk menghabisi seluruh gerakan protes anti-rezim militer di setiap sudut kota.
“Kalian harus membasmi mereka ketika berhadapan dengan mereka. Perusuh telah beranjak dari demonstrasi damai menuju konflik bersenjata ,” tulis instruksi dalam memo itu tertanggal 11 April 2021 seperti dilansir dari The Irrawaddy salah satu media lokal setempat.
Memo itu menjadi pemicu atas pembantaian 82 orang pada dua hari sebelumnya di Bago, suatu kota di arah utara Yangon, di mana tentara dan polisi menembaki pengunjuk rasa dengan peluru tajam dan granat senapan untuk menghancurkan penghalang jalan yang dibantengi dengan karung pasir milik pengunjuk rasa.
Dua hari berselang, pada 14 April 2021, salah satu memo lainnya dibagikan secara internal di junta militer Myamar. Memo itu mengamanatkan seluruh pasukan pertahanan mempersenjantai diri dengan perlengkapan penuh.
“Perusuh itu mungkin dapat menduduki wilayah penjagaan kalian,” tulis memo itu.
Sejak kudeta 1 Februari lalu, Jenderal Senior sekaligus Pemimpin Tertinggi Junta Militer Myanmar Min Aung Hlaing dijuluki sebagai pemimpin pembantaian oleh banyak netizen, sebagaimana pasukannya telah membunuh lebih dari 700 warga sipil sejauh ini.
Di sisi lain, kritik keras datang dari masyarakat Myanmar atas kesepakatan yang dicapai para pemimpin Asia Tenggara dengan pimpinan junta militer di negara tersebut.
Seperti diketahui, pertemuan antara pemimpin Asean yang juga diikuti pemimpin junta militer, Jenderal Senior Min Aung Hlaing digelar di Jakarta, Indonesia, Sabtu (24/4/2021). Pertemuan itu digelar untuk membahas perkembangan Myanmar dan mengakhiri krisis di negara tersebut.
Tidak ada protes langsung di kota-kota besar Myanmar sehari setelah pertemuan tinggi Asean tersebut. Pertemuan itu setuju untuk mengakhiri kekerasan tetapi tidak memberikan peta jalan tentang bagaimana hal ini akan terjadi.
Warga Myanmar menuliskan protesnya di media sosial dan mengkritik kesepakatan itu. Menurut mereka kesepakatan itu gagal memulihkan demokrasi dan meminta pertanggungjawaban tentara atas ratusan kematian warga sipil.
"Pernyataan Asean adalah tamparan di wajah orang-orang yang dianiaya, dibunuh dan diteror oleh militer. Kami tidak membutuhkan bantuan Anda dengan pola pikir dan pendekatan itu," kata seorang pengguna Facebook bernama Mawchi Tun.
Menurut pernyataan Ketua Asean yang sementara dijabat oleh Sultan Hassanal Bolkiah dari Brunei Darussalam, sebuah konsensus tercapai melalui lima poin yakni mengakhiri kekerasan, dialog konstruktif di antara semua pihak, utusan khusus Asean untuk memfasilitasi dialog, penerimaan bantuan dan kunjungan utusan ke Myanmar.
Konsensus lima poin tidak menyebutkan tahanan politik, meskipun pernyataan ketua mengatakan pertemuan itu 'mendengar seruan' untuk pembebasan mereka.