Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

India Minta Twitter Hapus Cuitan yang Kritik Penanganan Covid-19

Keluhan ini tersebar di media sosial selama seminggu terakhir. Puluhan ribu orang menggunakan Twitter dengan tagar yang sedang tren seperti #ResignModi, #SuperSpreaderModi, dan #WhoFailedIndia.
Tenaga medis berupaya menyelamatkan pasien di tengah serangan gelombang kedua Covid-19 di India / Express Photo by Amit Chakravarty
Tenaga medis berupaya menyelamatkan pasien di tengah serangan gelombang kedua Covid-19 di India / Express Photo by Amit Chakravarty

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah India meminta Twitter untuk menghapus puluhan twit, termasuk cuitan beberapa oleh anggota parlemen lokal, yang mengkritik penanganan wabah virus Corona oleh Perdana Menteri Narendra Modi ketika infeksi Covid-19 kembali menembus rekor harian tertinggi dunia.

Twitter telah menahan beberapa twit setelah permintaan hukum oleh pemerintah India, kata seorang juru bicara pada Sabtu, dikutip dari tempo.co, Minggu (25/4/2021).

Pemerintah membuat perintah darurat untuk menyensor twit, ungkap Twitter di database Lumen, sebuah proyek Universitas Harvard.

Dalam permintaan hukum pemerintah, tertanggal 23 April dan diungkapkan di Lumen, 21 twit disebutkan dalam perintah itu. Diantaranya adalah twit dari seorang anggota parlemen bernama Revnath Reddy, seorang menteri di negara bagian Benggala Barat bernama Moloy Ghatak, dan seorang pembuat film bernama Avinash Das.

Undang-undang yang dikutip dalam permintaan pemerintah adalah Undang-Undang Teknologi Informasi tahun 2000.

"Saat kami menerima permintaan hukum yang sah, kami meninjaunya berdasarkan Peraturan Twitter dan hukum setempat. Jika konten melanggar aturan Twitter, konten tersebut akan dihapus dari layanan. Jika ditetapkan sebagai ilegal di yurisdiksi tertentu, tetapi tidak melanggar Aturan Twitter, kami dapat menahan akses ke konten tersebut hanya di India," kata kata juru bicara Twitter.

Juru bicara mengkonfirmasi bahwa Twitter telah memberi tahu pengguna akun secara langsung tentang penahanan konten mereka dan memberi tahu mereka bahwa Twitter menerima perintah hukum yang berkaitan dengan twit mereka.

Perkembangan tersebut dilaporkan sebelumnya oleh situs berita teknologi TechCrunch, yang mengatakan bahwa Twitter bukan satu-satunya platform yang terpengaruh oleh perintah tersebut.

CNN melaporkan, para menteri negara bagian dan otoritas lokal, termasuk mereka yang berada di negara bagian Maharashtra yang terpukul parah wabah, telah memperingatkan tentang gelombang kedua Covid-19 dan mempersiapkan tindakan sejak Februari.

Sebaliknya, Perdana Menteri Narendra Modi justru tidak berbuat banyak dalam merespons keadaan tersebut beberapa pekan terakhir.

Dalam pernyataan sepanjang April, Modi membahas upaya vaksinasi nasional dan mengakui peningkatan kasus yang "mengkhawatirkan", tetapi lambat untuk mengambil tindakan serius.

Modi malah terus memuji kesuksesan penanganan Covid-19 pemerintahannya, bahkan ketika negara bagian memberlakukan pembatasan baru dan rumah sakit mulai kehabisan ruang.

"Terlepas dari tantangan, kita memiliki pengalaman, sumber daya dan, juga vaksin yang lebih baik," kata kantornya dalam siaran pers pada 8 April. Dua hari kemudian, dia merayakan 100 juta dosis vaksin yang diberikan secara nasional.

Baru pada Selasa, Modi akhirnya menekankan urgensi situasi dan meletakkan langkah-langkah baru dalam pidato larut malam. "Negara ini lagi-lagi melakukan pertempuran yang sangat besar melawan Covid-19. Beberapa minggu lalu, kondisinya sudah stabil - dan kemudian datang gelombang kedua," jelasnya.

Rumah sakit yang kewalahan di India meminta pasokan oksigen pada hari Sabtu karena infeksi virus corona di India telah melonjak dan disebut pengadilan tinggi Delhi sebagai "tsunami" Covid-19.

Keluhan ini tersebar di media sosial selama seminggu terakhir. Puluhan ribu orang menggunakan Twitter dengan tagar yang sedang tren seperti #ResignModi, #SuperSpreaderModi, dan #WhoFailedIndia.

Tokoh politik, termasuk pejabat negara dan mantan pejabat, termasuk di antara suara yang menyerukan akuntabilitas yang lebih besar dan mengkritik penanganan krisis oleh pemerintah.

"Perjuangan Covid19 di India adalah cerminan dari pemerintah [Modi]," cuit Siddaramaiah, mantan menteri utama negara bagian Karnataka, pada hari Senin.

Mamata Banerjee, kepala menteri Benggala Barat dan anggota Partai Kongres Trinamool menyerukan pengunduran diri Modi. "Perdana menteri bertanggung jawab," katanya.

Kemarahan juga disebabkan manuver politik Modi untuk tetap mengizinkan kampanye pemilu. Empat negara bagian dan satu wilayah persatuan mengadakan pemilihan untuk badan legislatif negara bagian mereka termasuk Benggala Barat, medan pertempuran utama yang saat ini dipimpin oleh Partai Kongres Trinamool Banerjee dan tidak pernah dimenangkan pemerintahan BJP Modi.

India berada dalam cengkeraman gelombang kedua pandemi, dengan satu kematian karena Covid-19 setiap 4 menit di Delhi.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada Sabtu (24/4/2021), jumlah kasus di negara berpenduduk sekitar 1,3 miliar itu naik 346.78 dari total 16,6 juta kasus. Kematian Covid-19 naik 2.624, menjadi total 189.544, menurut angka hari Sabtu.

Pakar kesehatan mengatakan India menjadi terlena di musim dingin, ketika kasus baru berjalan sekitar 10.000 per hari dan tampaknya terkendali. Pihak berwenang India mencabut pembatasan Covid-19, memungkinkan dimulainya kembali pertemuan besar, termasuk festival besar dan kampanye politik untuk pemilihan lokal.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Sumber : Tempo.co
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper