Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah organisasi masyarakat sipil menolak kehadiran pemimpin junta militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing yang dijadwalkan akan menghadiri KTT Asean di Jakarta pada 24 April mendatang.
Jaringan Organisasi masyarakat sipil yang menolak kehadiran Jenderal Min Aung Hlaing antara lain Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), FORUM-ASIA, Amnesty International Indonesia, Asia Justice and Rights (AJAR), Milk Tea Alliance Indonesia.
Kemudian, Serikat Pengajar HAM (SEPAHAM), Human Rights Working Group (HRWG), Migrant CARE, Asia Democracy Network (ADN), Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Kurawal Foundation, Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) dan SAFEnet.
“Menolak kehadiran junta militer sebagai perwakilan Myanmar di Asean Special Summit. Kami merekomendasikan kepada Asean dan negara-negara anggotanya dalam Asean Special Summit untuk memberikan kursi representasi Myanmar di Asean Special Summit untuk National Unity Government sebagai pemerintahan Myanmar yang sah dan dipilih secara demokratis,” ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid saat membacakan pernyataan bersama dalam pengarahan pers kepada wartawan di Jakarta, Selasa (20/4/2021).
Masyarakat sipil, lanjut dia, menyayangkan keputusan dari para pemimpin Asean untuk memberikan kursi representasi Myanmar kepada pemimpin junta militer di pertemuan tersebut.
“Keputusan tersebut akan menghalangi hubungan Asean dengan rakyat Myanmar dan juga gerakan demokrasi dan hak asasi manusia di Myanmar dan di negara-negara anggota Asean lainnya,” kata Usman.
Sementara itu, Regional Advocacy Associate dari Asia Justice and Rights (AJAR) Putri Kanesia mendukung representasi Myanmar di pertemuan tersebut yang diwakili oleh pemerintahan yang dipilih secara demokratis, yaitu National Unity Government untuk mengakui keberadaan pemerintahan yang dipilih secara sah oleh rakyat Myanmar.
“Memberikan kursi representasi di Asean untuk pemerintahan yang sah berarti memberhentikan segala tindakan yang melegitimasi kekuasaan junta militer baik di dalam Myanmar maupun di level internasional,” kata Putri Kanesia.
Masyarakat sipil, lanjut, Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti, meminta Asean dan negara-negara anggotanya menjamin akses pertolongan humaniter dan kesehatan secara penuh untuk area yang berkonflik di Myanmar.
“Serta memberikan perlindungan dan kesejahteraan untuk pencari suaka dan pengungsi di Myanmar, termasuk Rohingya,” ujarnya.
Fatia juga mengatakan Asean harus membangun respons yang kuat dan terkoordinasi dengan Dewan HAM PBB dan Dewan Keamanan PBB untuk mengirim delegasi khusus ke Myanmar untuk memonitor situasi, menghentikan kekerasan, dan membantu negosiasi demokratis dan berdasar pada nilai-nilai hak asasi manusia.
“Mendesak pemerintah Indonesia untuk secara optimal bekerja sama dengan negara Asean lainnya dalam memastikan investigasi terhadap anggota dan pimpinan junta militer yang terlibat dalam aksi kekerasan, terutama pembunuhan terhadap warga Myanmar, termasuk mereka yang terbukti terlibat dan juga hadir dalam Asean Summit,” ujar East Asia dan ASEAN Program Manajer di FORUM ASIA Rachel Arini.
Jaringan masyarakat sipil, lanjut Rachel, mendorong Asean mendesak aparat militer Myanmar segera menghentikan penggunaan kekerasan terhadap masyarakat sipil, menghentikan penangkapan sewenang-wenang, dan membebaskan semua tahanan tanpa syarat
Hingga saat ini, junta militer telah menahan 3.070 orang secara sewenang-wenang dan membunuh 713 orang, termasuk perempuan dan anak-anak.
Dengan adanya peningkatan jumlah korban yang terus menerus dan keengganan junta militer untuk menghentikan kekerasan yang terus dilakukan, ASEAN harus mempertimbangkan hal ini dan dampaknya terhadap keamanan dan instabilitas politik regional.
“Kami mendorong ASEAN untuk mengambil langkah tegas dan efektif dalam menangani kudeta Myanmar melalui ASEAN Special Summit mendatang,” kata dia.