Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dianggap Ancaman, Pebisnis Wine Asal Indonesia Dideportasi dari AS

Kegiatan pebisnis wine asal WNI disorot menjadi tayangan dokumenter Netflix dengan judul Sour Grapes dan juga serial nyata The Con oleh ABC pada Maret lalu.
Ilustrasi/legalstudiesgreen.wikispaces.com
Ilustrasi/legalstudiesgreen.wikispaces.com

Bisnis.com, JAKARTA - Pebisnis wine Amerika Serikat (AS) asal Indonesia yang diduga sebagai penipu setelah menjual produk lebih murah dengan mengganti botolnya, telah dideportasi ke Indonesia pada Selasa (13/4/2021).

Dilansir dari Bloomberg pada Rabu (14/4/2021), Rudy Kurniawan (44) dideportasi pekan lalu menggunakan pesawat komersial dari Fort Worth International Airport, Dallas ke Jakarta, berdasarkan pernyataan resmi dari Bea Cukai dan Imigrasi AS.

“Dia adalah ancaman keamanan publik karena hukuman kejahatan yang diperburuk, "kata pernyataan itu eperti ditulis, Rabu (14/4/2021).

Kurniawan merupakan warga negara Indonesia yang datang ke AS dengan visa pelajar pada tahun 1990-an. Keluarganya menjalankan bisnis sebagai distributor bir di Indonesia.

Kurniawan diketahui gagal mencari suaka politik dan diperintahkan untuk meninggalkan negara itu secara sukarela pada 2003, tetapi tetap tinggal secara ilegal, kata pihak berwenang.

Dia pernah tersandung tindak kejahatan surat dan kawat (mail and wire fraud) pada 2013 dan dijatuhi hukuman 7 tahun penjara pada 2013. Dia dideportasi setelah dibebaskan dari penjara ke tahanan imigrasi pada November lalu.

Jaksa penuntut pada pengadilan New York mengatakan bahwa Kurniawan telah menghasilkan jutaan dolar sejak 2004 - 2012 dengan dengan memasukkan anggur Napa dan Burgundy yang lebih murah ke dalam botol palsu di rumahnya di Arcadia, pinggiran Los Angeles.

Kegiatan ilegalnya bahkan disorot menjadi tayangan dokumenter Netflix dengan judul Sour Grapes dan juga serial nyata The Con oleh ABC pada Maret lalu.

Sejumlah miliarder turut bersaksi pada sidang Kurniawan seperti pemilik yacht, pengusaha dan investor anggur William Koch, yang mengatakan bahwa dia ditipu US$2,1 juta untuk 219 botol anggur palsu.

Seorang ahli wine bersaksi bahwa 19.000 label botol wine palsu yang mewakili 27 wine terbaik dunia dikumpulkan dari properti Kurniawan.

FBI juga menemukan ratusan botol, gabus, dan perangko saat menggerebek rumah Kurniawan pada 2012.

Di industri khamar, Kurniawan dikenal sebagai pembeli dan penjual wine langka yang meraup jutaan dolar pada lelang anggur. Para kolektor menyebutnya sebagai Dr. Conti karena kesukaannya terhadap wine Burgundy wine, Domaine de la Romanée-Conti.

Dalam satu lelang pada 2006, Kurniawan sukses menjual anggur senilai US$24,7 juta, rekor untuk satu penerima barang.

Namun, kenakalannya terendus setelah pada 2007, rumah lelang Christie di Los Angeles menarik kiriman dari apa yang seharusnya menjadi magnum dari Château Le Pin tahun 1982 setelah perusahaan mengatakan botol-botol itu palsu.

Secara keseluruhan, Kurniawan diprediksi telah menjual sebanyak 12.000 botol wine palsu, banyak di antaranya mungkin masih menjadi koleksi.

Jaksa penuntut mengatakan uang hasil penipuan itu mendanai gaya hidup mewah di pinggiran kota Los Angeles yang mencakup Lamborghini dan mobil mewah lainnya, pakaian desainer, serta makanan dan minuman enak. Pemerintah setempat telah menyita asetnya.

Pada hukumannya, Kurniawan diperintahkan untuk membayar US$28,4 juta sebagai restitusi kepada tujuh korban dan kehilangan properti US$20 juta.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nindya Aldila
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper