Bisnis.com, JAKARTA - Sebuah iklan penjualan lahan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat sedang menjadi perhatian.
"FOR SALE MENTENG ZONA KOMERSIL BISA 8 LANTAI PINGGIR JALAN RAYA PRIME AREA PUSAT BISNIS MENTENG Luas Tanah 2.915 m2 Luas Bangunan 1676 m2 Golongan D Zona peruntukan Komersil Izin bisa 8 Lantai Bangunan Tua Hitung tanah saja Cocok Untuk Hotel / Office Building / Restaurant Halaman Luas Harga Rp 200 M Nego (68,6 juta/m2)," demikian bunyi iklan tersebut.
Iklan yang diunggah salah satu akun Instagram itu menjadi perhatian bukan semata karena lokasinya, namun juga karena riwayat pemiliknya.
Salah satu akun berkomentar bahwa lahan yang akan dijual adalah rumah Mr. Achmad Soebarjo, Menteri Luar Negeri pertama Republik Indonesia.
Terkait kebenaran komentar itu, Bisnis.com masih melakukan penelusuran.
Berdasar wikipedia, Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo lahir di Karawang, Jawa Barat, 23 Maret 1896. Ia meninggal di Jakarta, 15 Desember 1978 pada umur 82 tahun.
Achmad Soebardjo adalah tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia, diplomat, dan seorang Pahlawan Nasional Indonesia.
Ia adalah Menteri Luar Negeri Indonesia yang pertama.
Gelar Meester in de Rechten diperoleh Achmad Soebardjo dari Universitas Leiden Belanda pada 1933.
Pria kelahiran Teluk Jambe, Karawang, itu masih keturunan bangsawan Aceh dari Pidie. Ayahnya bernama Teuku Muhammad Yusuf.
Kakek Achmad Soebardjo dari pihak ayah adalah Ulee Balang dan ulama di wilayah Lueng Putu, sedangkan Teuku Yusuf adalah pegawai pemerintahan dengan jabatan Mantri Polisi di wilayah Teluk Jambe, Karawang.
Ibu Achmad Soebardjo bernama Wardinah. Ia keturunan Jawa-Bugis, dan merupakan anak dari Camat di Telukagung, Cirebon.
Ayahnya mulanya memberinya nama Teuku Abdul Manaf, sedangkan ibunya memberinya nama Achmad Soebardjo.
Nama Djojoadisoerjo ditambahkannya sendiri setelah dewasa, saat ia ditahan di penjara Ponorogo karena "Peristiwa 3 Juli 1946".
Ia bersekolah di Hogere Burger School, Jakarta (saat ini setara dengan Sekolah Menengah Atas) pada tahun 1917. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas Leiden, Belanda dan memperoleh ijazah Meester in de Rechten (saat ini setara dengan Sarjana Hukum) di bidang undang-undang pada tahun 1933.
Memperjuangkan Kemerdekaan RI
Semasa mahasiswa, Soebardjo aktif memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui beberapa organisasi seperti Jong Java dan Persatuan Mahasiswa Indonesia di Belanda.
Pada Februari 1927 ia pun menjadi wakil Indonesia bersama dengan Mohammad Hatta dan para ahli gerakan-gerakan Indonesia pada persidangan antarbangsa "Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan Penjajah" yang pertama di Brussels dan kemudiannya di Jerman.
Pada persidangan pertama itu juga ada Jawaharlal Nehru dan pemimpin-pemimpin nasionalis yang terkenal dari Asia dan Afrika.
Sewaktu kembali ke Indonesia, Achmad Soebardjo aktif menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dan kemudian Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Peristiwa Rengasdengklok
Pada tanggal 16 Agustus 1945 Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana, Shudanco Singgih, dan pemuda lain, membawa Soekarno dan Moh. Hatta ke Rengasdengklok.
Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Peristiwa ini dinamakan Peristiwa Rengasdengklok.
Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya.
Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Achmad Soebardjo melakukan perundingan. Achmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta.
Maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Achmad Soebardjo ke Rengasdengklok.
Achmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu-buru memproklamasikan kemerdekaan.
Bahkan Achmad Soebardjo memberikan jaminan dengan taruhan nyawa bahwa proklamasi kemerdekaan akan diumumkan pada 17 Agustus 1945 selambat-lambatnya pukul 11.30.
Dengan adanya jaminan itu, Komandan Kompi Peta Rengasdengklok Cudanco Subeno bersedia melepaskan Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta.
Susun Naskah Proklamasi
Achmad Soebardjo terlibat dalam penyusunan naskah proklamasi kemerdekaan RI. Konsep naskah proklamasi disusun Bung Karno, Bung Hatta, dan Achmad Soebardjo di rumah Laksamana Muda Maeda.
Setelah selesai dan beragumentasi dengan para pemuda, dinihari 17 Agustus 1945, Bung Karno pun segera memerintahkan Sayuti Melik mengetik naskah proklamasi.
Sehari setelah proklamasi kemerdekaan, pada 18 Agustus 1945, Soebardjo dilantik sebagai Menteri Luar Negeri pada Kabinet Presidensial, kabinet Indonesia yang pertama.
Ia kembali menjabat menjadi Menteri Luar Negeri pada tahun 1951 - 1952. Selain itu, ia juga menjadi Duta Besar Republik Indonesia di Switzerland antara tahun-tahun 1957 - 1961.
Dalam bidang pendidikan, Soebardjo merupakan profesor dalam bidang Sejarah Perlembagaan dan Diplomasi Republik Indonesia di Fakultas Kesusasteraan, Universitas Indonesia.
Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo meninggal dunia dalam usia 82 tahun pada 15 Desember 1978 di Rumah Sakit Pertamina, Kebayoran Baru, akibat flu yang menimbulkan komplikasi.
Ia dimakamkan di rumah peristirahatnya di Cipayung, Bogor. Pemerintah mengangkat almarhum sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2009.