Bisnis.com, JAKARTA – Pengiriman vaksin Covid-19 seharusnya bisa dilakukan ke lebih dari 100 negara pada beberapa pekan mendatang, dari posisi saat ini sebanyak 84 negara.
Namun, kendala yang dihadapi saat ini adalah keterbatasan pasokan yang membuat rencana tersebut bakal terhambat.
“Jika kami memiliki pasokannya, itu [target] bisa dilakukan. Yang kami bicarakan adalah bagaimana kami bisa mendapatkan akses ke fasilitas manufaktur lebih besar,” kata Chief Executive Officer of Gavi Alliance Seth Berkley, dikutip dari Bloomberg, Senin (5/4/2021).
Setelah kebutuhan Amerika Serikat terpenuhi tahun ini, lanjutnya, maka produksi pabrik-pabrik tersebut bisa digunakan untuk seluruh dunia.
Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Israel telah memulai vaksinasi lebih dulu sejak vaksin Covid-19 diizinkan penggunaannya untuk pertama kali.
Sebaliknya, data WHO menunjukkan lebih dari 30 negara belum memulai vaksinasi bahkan belum berkomitmen untuk melakukan vaksinasi, termasuk Afrika.
Baca Juga
“Tantangan terberatnya adalah ketidakseimbangan yang terjadi antara negara maju dengan negara berkembang,” tekan Berkley.
Menurutnya, semua orang akan aman jika semuanya terlindungi. Jika ada populasi besar yang tidak tervaksin, maka masih ada risiko penyebaran Covid-19 terus berlanjut ke depan.
Dia mengemukakan Covax yang merupakan program vaksinasi global telah memesan lebih dari 2 juta vaksin, tetapi kebanyakan baru dikirimkan pada semester kedua tahun ini. Salah satu alasan keterlambatan tersebut dipicu oleh nasionalisme vaksin di sejumlah negara.
India sebagai produsen vaksin terbesar bagi negara berkembang memutuskan untuk memangkas ekspornya untuk memenuhi kebutuhan vaksin di negaranya akibat adanya lonjakan Covid-19.
“Kami perkirakan pada Maret dan April, akan ada 90 juta dosis. Mungkin kami akan mendapatkan lebih, jika tidak, ini akan menjadi masalah,” tambahnya.