Bisnis.com, JAKARTA - Ketegangan di Laut China Selatan berlanjut setelah angkatan udara Filipina melakukan patroli udara untuk memantau 220 kapal penangkap ikan milik China yang diparkir di dekat terumbu karang yang disengketakan, menurut kepala pertahanan negara itu setelah mengulangi seruan ke Beijing untuk menarik diri.
Perselisihan diplomatik kedua negara dimulai awal bulan ini ketika sekitar 220 kapal pertama kali terlihat di pulau Whitsun Reef yang berbentuk bumerang di wilayah barat Pulau Palawan.
Filipina kemudian memerintahkan China untuk menarik kembali kapal-kapal itu dengan menggambarkan kehadiran mereka sebagai serangan ke wilayah kedaulatannya.
Tetapi, China yang mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan, mengatakan armada itu terdiri dari kapal penangkap ikan yang berlindung dari cuaca buruk.
Kementerian Luar Negeri Filipina telah mengajukan protes diplomatik, sementara beberapa negara termasuk Amerika Serikat dan Australia menyatakan keprihatinan atas ketegangan baru di kawasan itu.
Baca Juga
Kapal angkatan laut dan penjaga pantai Filipina telah dikerahkan ke daerah itu untuk memantau situasi, selain patroli udara, menurut Menteri Pertahanan, Delfin Lorenzana seperti dikutip Aljazeera.com, Senin (29/3/2021).
“Kami siap untuk mempertahankan kedaulatan nasional kami dan melindungi sumber daya laut Filipina,” kata Lorenzana.
Dia menambahkan, akan ada "peningkatan kehadiran" kapal angkatan laut dan penjaga pantai yang berpatroli di perairan Filipina.
Laut China Selatan yang kaya sumber daya diperebutkan oleh beberapa negara, termasuk Filipina dan China.
Beijing sering menggunakan apa yang disebut sembilan garis putus-putus untuk membenarkan klaim hak historisnya atas sebagian besar darinya, dan telah mengabaikan keputusan pengadilan internasional tahun 2016 yang menyatakan pernyataan ini sebagai tanpa dasar.
Pada Kamis (25/3/2021), Juru Bicara Harry Roque mengatakan, Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah menyatakan keprihatinan atas kehadiran kapal tersebut kepada duta besar China di Manila.
Duterte saat ini sedang ditekan untuk mengambil sikap yang lebih keras terhadap Pemerintah China dalam menghadapi "aktivitas konstruksi yang signifikan" oleh China di sebuah pulau buatan yang dibangun di atas Subi Reef yang berada di dalam zona ekonomi eksklusif Filipina.
“Volume perubahannya signifikan, dan mungkin menunjukkan fase awal pembangunan besar di Subi Reef,” menurut Simularity, sebuah perusahaan teknologi yang berbasis di AS yang mempelajari citra satelit di Laut Cina Selatan.