Bisnis.com, JAKARTA - Komunitas internasional meminta militer Myanmar menahan diri setelah setidaknya 11 pengunjuk rasa anti-kudeta tewas kemarin.
Jumlah korban tewas keseluruhan sedikitnya 138 orang sejak aksi dimulai 1 Februari lalu.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Amerika Serikat, China dan Inggris mengutuk kekerasan tersebut. Menurut PBB tindakan yang terjadi di Myanmar telah merenggut sedikitnya 138 nyawa "pengunjuk rasa damai".
Badan dunia itu melaporkan di antara para korban termasuk wanita dan anak-anak. Hal itu terjadi sejak para jenderal menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi.
Sejauh ini para jenderal Myanmar tidak menunjukkan tanda-tanda mengindahkan seruan untuk menahan diri.
Hari paling mematikan terjadi pada Minggu ketika sedikitnya 38 orang demonstran tewas setelah pasukan keamanan menembaki pengunjuk rasa pro-demokrasi.
Baca Juga
Akan tetapi pembunuhan itu tidak menghentikan para demonstran, yang keluar lagi kemarin untuk menghadapi apa yang dikatakan para saksi sebagai kekuatan mematikan oleh pemerintah militer.
Mereka yang tewas kemarin ditembak mati di beberapa lokasi di wilayah tengah negara itu.
"Dua pria tewas karena tembakan dan enam lainnya cedera," kata seorang saksi mata di kota Aunglan di wilayah Magway.
Ia menambahkan bahwa salah satu korban meninggal akibat ditembak di bagian dada, demikian ChannelNewsAsia.com, Selasa (16/3/2021).
"Junta telah menanggapi seruan untuk pemulihan demokrasi di Myanmar dengan peluru," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Jalina Porter kepada wartawan.
Dia mengatakan Amerika Serikat terus meminta semua negara untuk mengambil tindakan konkret untuk menentang kudeta.
Sekjen PBB Antonio Guterres menyerukan kepada komunitas internasional. "Termasuk para aktor regional, untuk bersatu dalam solidaritas dengan rakyat Myanmar dan aspirasi demokrasi mereka," kata juru bicaranya, Stephane Dujarric.
Utusan PBB untuk Myanmar Christine Schraner Burgener juga mengutuk pertumpahan darah itu.
Sementara Inggris menyatakan pihaknya "terkejut" dengan penggunaan kekerasan "terhadap orang-orang yang tidak bersalah".