Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kemenkes Ungkap Laporan Hasil Test PCR Lelet, Ini Penyebabnya

Salah satu yang menjadi penyebab adalah kurangnya sumber daya manusia, terutama yang mampu melakukan pengecekan molekul virus corona.
Noormans Hotel Semarang menyelenggarakan tes Swab Antigen untuk seluruh karyawan guna memastikan bahwa pelayanan yang diberikan kepada para tamu aman dari risiko penyebaran Covid-19.
Noormans Hotel Semarang menyelenggarakan tes Swab Antigen untuk seluruh karyawan guna memastikan bahwa pelayanan yang diberikan kepada para tamu aman dari risiko penyebaran Covid-19.

Bisnis.com, JAKARTA – Kecepatan tes Covid-19 di Indonesia sudah mengalami kenaikan, namun masih di bawah standar.

Salah satu yang menjadi penyebab adalah kurangnya sumber daya manusia, terutama yang mampu melakukan pengecekan molekul virus corona.

Tenaga Ahli Menteri Kesehatan Bidang Penanganan Covid-19 Andani Eka Putra mengatakan, untuk pemeriksaan sampel, per orang bisa melakukan pemeriksaan langsung sampai 60 sampel. Adapun, pengerjaannya bisa memakan waktu paling lama sampai 4 jam.

“Saat ini, untuk RT-PCR laboratorium sudah bisa mengerjakan 94-96 sampel sekaligus dan selesai dalam waktu 2 jam. Walaupun banyak tapi kalau yang mengerjakan kurang hasil tesnya bsia delay,” jelasnya dalam konferensi pers, Selasa (16/3/2021).

Hasil tes PCR, terutama yang dibiayai pemerintah umumnya didapatkan dalam waktu cukup lama. Salah satu alasannya adalah kelebihan kapasitas.

“Kalau satu laboratorium hanya bisa menyelesaikan 300 sampel per hari, dikasik 500 sampel, sisanya akan tertahan. Besok tambah lagi, tambah lagi, itu menyebabkan keterlambatan,” jelasnya.

Kualitas pemeriksaan, imbuh Andani, banyak ditentukan oleh SDM.

“Ini sama saja kalau orang saya bilang Covid-19 ini pertempuran, PCR itu bagian dari pertempuran. Orang pergi perang tidak punya perlengkapan bagus, tidak bisa tembak malahan,” kata dia.

Adapun, yang makin mempersulit adalah pemeriksaan pada tes PCR adalah memeriksa RNA virusnya, di mana risikonya kontaminasi dan kesulitannya lebih tinggi. Kendati ada pelatihan, tapi tidak semua tenaga laboratorium bisa.

“RNA itu harus butuh latihan terus menerus, risiko terbesar itu kontaminasi. Jadi masalah paling besar di SDM kerjanya. Karena tidak semua orang biasa bekerja dengan molekuler, khususnya RNA,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Mutiara Nabila
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper